Find us on Facebook

banner
Powered by Blogger.

Search This Blog

Blog Archive

  • ()
  • ()
Show more

Follow Us on Facebook

Advertise Here

banner

Advertise Here

banner

QUOD ERGO DEUS IUNXIT HOMO NON SEPARET

author photo October 06, 2024
MINGGU, 6 OKTOBER 2024
HARI MINGGU BIASA KE-27 TAHUN B/II
BACAAN: KEJADIAN 2:18-24; IBRANI 2:9-11; MARKUS 10:2-16

“QUOD ERGO DEUS IUNXIT HOMO NON SEPARET”
(KARENA ITU, APA YANG TELAH DIPERSATUKAN ALLAH, TIDAK BOLEH DICERAIKAN MANUSIA)

Di tahun 2013, sebuah film dokumenter yang berjudul My Love, Don't Cross That River membuat banyak orang yang menyaksikan film ini menjadi tersentuh dan terharu. Film dokumenter ini dibuat selama 15 bulan di Kabupaten Hoengseong, Provinsi Gangwon. Film ini mengisahkan tentang kisah manis suami istri yang telah menikah selama 76 tahun. Sang isteri bernama Kang Kye Yeol (89 tahun) dan sang suami, Jo Byeong-man (98 tahun). Film ini fokus pada bagaimana pasangan ini menjalani hidup mereka sehari-hari. Setiap harinya mereka selalu berpikir positif serta tidak pernah lupa mengucapkan dan mengungkapkan rasa sayang mereka satu sama lain. Kehidupan mereka jalani dengan berpedoman bahwa hari ini mungkin adalah hari terakhir mereka di dunia, sehingga mereka selalu melakukan yang terbaik bagi pasangannya. So sweet !!. 

Berbeda dengan kisah manis di atas, dalam bacaan Injil hari ini, kita mendengar bagaimana orang Farisi mencobai Yesus dengan pertanyaan tentang perceraian. Mereka tahu bahwa dalam hukum Taurat tindakan perceraian ini diizinkan dengan syarat surat cerai yang dibuat oleh suami secara resmi diterima oleh isterinya. Dengan surat cerai ini, sang isteri boleh menikah lagi. Bilamana suami yang kedua ini meninggal atau menceraikan wanita tersebut, suami pertama tidak boleh menikahi wanita tadi (bdk. Ul.24:1-4). Atas pertanyaan ini, Yesus memberikan jawaban yang diluar perkiraan mereka. Orang Farisi bermain dalam pola pikir aturan hukum yang berlaku sementara Yesus melihat dari sisi yang lebih dalam yaitu dari sisi kerohanian. Pernikahan dalam kaca mata Yesus adalah kudus karena menjalankan tugas dan kehendak Allah sehingga manusia tidak boleh menceraikannya (bdk. Mrk 10:6-9). Kesadaran inilah yang kemudian dikembangkan oleh Gereja dengan mengangkat perkawinan sebagai Sakramen kesatuan yang dikehendaki oleh Allah.  

Ketidakmampuan manusia menangkap kekudusan perkawinan sebagai kesatuan suami isteri yang dari awal dikehendaki oleh Allah, membuat manusia meminta hukum perceraian. Yesus menyebutnya sebagai ketegaran hati manusia. Inilah yang membuat aturan perceraian dibuat oleh Nabi Musa untuk orang Yahudi (bdk. Mrk. 10:4-5). Dalam adat Yahudi, alasan terkuat untuk menceraikan isteri adalah bila si isteri berbuat zinah. Di sinilah terjadi ketidakadilan karena dalam hukum Yahudi tidak disebutkan bila suami yang selingkuh juga disebut zinah. Terhadap ketidakadilan ini, Yesus mengajarkan hal baru yang tidak ada dalam hukum Yahudi yaitu isteri juga bisa menceraikan suami (bdk. Mrk 10: 12). Hal yang mendasari ajaran Yesus ini adalah kisah penciptaan manusia lelaki dan perempuan. Sejak semula, manusia lelaki dan wanita diciptakan Allah sepadan satu sama lain sehingga mereka menjadi penolong yang sepadan (bdk. Kej.2:18-24). Ajaran Yesus ini tentu saja berseberangan dengan apa yang menjadi pegangan orang Yahudi. Mereka melihat kedudukan wanita sebagai isteri tidak sepadan dengan lelaki yang menjadi suaminya. Yesus membuat ajaran yang berseberangan karena tujuan Yesus bukanlah hendak mempertobatkan orang Farisi namun Yesus hendak mengajar murid-murid-Nya agar mereka tidak terpaku pada apa yang tertulis dalam hukum Taurat. Mereka diajar Yesus untuk berani melihat lebih dalam lagi yaitu prinsip prinsip kehidupan di hadapan Allah dalam hukum Taurat. Selain kesepadanan, maksud Allah menciptakan manusia lelaki dan perempuan adalah agar mereka bersatu. Kesatuan antara lelaki dan wanita yang dari awal sudah dikehendaki Allah ini tidak boleh dipisahkan oleh satu manusia pun.

Hubungan suami istri akan menunjukkan hubungan yang dikehendaki Allah bilamana hubungan ini dijalani dengan sikap tulus dan lugu seperti sikap yang dimiliki anak-anak. Hal inilah yang diajarkan Yesus kepada murid-murid Nya saat Dia mau menerima dan memberkati anak-anak yang dibawa kepada-Nya (Mrk 10:13-16). Dengan sikap tulus dan lugu pada pasangannya, kekudusan ikatan suami istri akan tampak bukan hanya sebagai ikatan hukum semata-mata namun juga sebagai cara hidup yang dapat membuat hubungan ini sebagai tanda kehadiran Allah. Selain itu, sikap tulus dan lugu seperti anak-anak akan juga mendatangkan Berkat Allah.

Selamat merayakan hari Minggu Biasa ke-27
Pergilah, kita semua diutus.
 
Kristophorus Wahyu Nugroho Utomo
Sie Kitab Suci – Maria Bunda Segala Bangsa


Sumber Ilustrasi: freebibleimages.org

Next article Next Post
Previous article Previous Post