Kitab Suci Bagi Kehidupan Iman Gereja Katolik

author photo September 05, 2016
Oleh: RD. Heribertus Susanto Wibowo
(Artikel ini telah dimuat dalam Buletin Paroki MBSB Edisi September 2016)

 

Pengantar

Gereja Katolik, dengan sikap iman mendalam, sungguh menghormati Kitab Suci. Dalam konstitusi dogmatik tentang Wahyu Ilahi: DEI VERBUM, Konsili Vatikan II memberi ulasan yang menegaskan, demikian: “Kitab Ilahi seperti Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja, yang - terutama dalam Liturgi suci- tiada hentinya menyambut roti kehidupan dari meja sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada Umat beriman. Kitab-kitab itu bersama dengan tradisi suci selalu telah dipandang dan tetap dipandang sebagai norma imannya yang tertinggi. Sebab kitab-kitab itu diilhami oleh Allah dan sekali untuk selamanya telah dituliskan, serta tanpa perubahan manapun menyampaikan sabda Allah sendiri, lagi pula memperdengarkan suara Roh Kudus dalam sabda para Nabi dan para Rasul. Jadi semua pewartaan dalam Gereja seperti juga  agama Kristiani sendiri harus dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci. Sebab dalam kitab-kitab suci Bapa yang ada di surga penuh cintakasih menjumpai para putera-Nya, dan berwawancara dengan mereka. Sedemikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan serta keuatan, dan bagi putera-puteri Gereja menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani.” (DV 21).


Karena alasan-asalan mulia inilah maka Konsili Vatikan II mendesak dengan sangat dan istimewa supaya semua orang beriman, terutama para religius,  dengan  seringkali membaca kitab-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (Flp 3:8).

Kitab Suci: Warisan Iman Kita

Untuk mewahyukan Diri-Nya kepada kita dengan lebih penuh dan lebih lengkap, maka Allah bersabda kepada manusia dengan memakai kata-kata manusia di dalam Kitab Suci.(lih. DV 13). Gereja selalu menghormati Kitab Suci sebagai Sabda Allah, di dalam Kitab Suci Gereja menemukan santapan, kekuatan, dan dukungan. Gereja mengajarkan bahwa Allah adalah pengarang  Kitab Suci. Dan inilah yang diartikan juga sebagai inspirasi biblis (alkitabiah). Allah menggunakan alat-alat manusiawi untuk melaksanakan maksud-Nya, namun manusia-manusia yang menjadi alat tadi hanyalah menulis apa yang dikehendaki Allah dan hanya yang dikehendaki-Nya.

“Dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang yang digunakan-Nya, yang sementara mereka memakai kemampuan dan kecakapan mereka sendiri, mereka bertindak sedemikian rupa sehingga, meskipun Dia berkarya di dalam mereka dan lewat mereka, sebagai pengarang yang sungguh-sungguh mereka hanya menulis apa yang dikehendaki-Nya, dan tidak lebih dari itu” (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, DEI VERBUM  No 11).

Manusia-manusia penulis Kitab Suci itu adalah orang-orang yang berasal dari zamannya masing-masing dengan ketidakmampuannya untuk menangkap keseluruhan wahyu Allah. Namun, Allah membimbing mereka sejauh mereka mampu menerima wahyu Ilahi itu.

Kitab Suci sangatlah penting bagi Gereja, tapi Gereja Katolik bukanlah Gereja “yang hanya mempunyai satu sumber”. Seperti telah kita lihat sebelumnya, Gereja Katolik memperhatikan dua sumber kebenaran suci, Kitab Suci dan Tradisi. Kesalahpahaman mengenai pandangan Gereja ini selama bertahun-tahun telah menimbulkan dakwaan bahwa Gereja tidak menerima kitab-kitab Suci, atau tidak menghormati kitab-kitab suci, atau tidak memperbolehkan anggota-anggota Gereja membaca kitab-kitab suci.

Hal yang sebenarnya tidaklah demikian. Gereja merupakan penjaga dari kitab-kitab Suci. Apalagi – dibimbing oleh Tradisi yang sampai ke zaman para Rasul sendiri – Gereja membeda-bedakan tulisan-tulisan manakah yang harus dimasukkan ke dalam daftar Kitab Suci. Di samping itu, Gereja telah berusaha untuk menafsirkan Kitab Suci sejak dari masa awal.

Menafsirkan Kitab Suci merupakan suatu ilmu yang berat dan sulit. Untuk memahami pesan dari pengarang, orang yang membacanya harus mengerti latar belakang dari penulis, gaya atau corak tulisannya, saat penulisan dan latar belakang budaya dari kitab tersebut, demikian juga lika-liku dari bahasa aslinya atau bahasa-bahasa yang digunakan.

Usaha untuk memahami Kitab Suci dipersulit lagi dengan adanya macam-macam arti atau pemahaman yang dapat disimpulkan dari Kitab Suci.

Ada arti harfiah dan arti rohaniah. Arti rohaniah masih dapat dibagi-bagi, secara kiasan atau alegoris, secara moral dan secara analogis. Arti harfiah adalah makna yang disampaikan oleh kata-kata Kitab Suci dan ditemukan oleh ilmu tafsir Kitab Suci, atau “menyimpulkan maknanya” melalui suatu analisa bahasa atau analisa sejarah terhadap suatu naskah. Arti kiasan mengajak kita untuk melihat arti peristiwa-peristiwa dengan mengakui bahwa maknanya kerap kali terselubung dalam Kristus. Arti moral mengajak kita untuk bertindak sesuai dengan keadilan dan kebenaran yang ditemukan dalam Sabda Allah. Arti analogis mengajak kita untuk melihat peristiwa-peristiwa berdasarkan nilainya di dalam menuntun kita menuju ke Surga, tanah air kita yang sesungguhnya.

Gereja menghormati 45 kitab Perjanjian Lama sebagai kisah dari Allah dalam menyiapkan dunia untuk kedatangan Kristus. Kitab-kitab tadi berisikan kebenaran-kebenaran yang sangat berharga mengenai Allah, kehidupan manusia, dan misteri keselamatan kita yang abadi.

Gereja menganggap keempat Injil Perjanjian Baru sebagai kisah tentang kehidupan Yesus dan permulaan Gereja. Kisah tadi diperluas dan dikembangkan dalam Kisah Para Rasul dan dalam Surat-surat dan tulisan-tulisan yang secara keseluruhan merupakan 27 Kitab Perjanjian Baru.

Kedua perjanjian, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, merupakan satu kesatuan. Merupakan satu kesatuan sebab rencana Allah hanyalah satu. Kedua Perjanjian tadi merupakan satu kesatuan karena pewahyuan Allah mengenai Diri-Nya sendiri dan Putera-Nya adalah satu. Dengan demikian kisah dalam Kitab Suci merupakan suatu kesatuan yang utuh. Perjanjian Lama merupakan masa persiapan; Perjanjian Baru merupakan masa pemenuhan. Pemahaman terhadap kedua Perjanjian tadi akan menyebabkan kita dapat memahami dengan lebih baik seluruh sejarah keselamatan.

Kitab Suci sangat besar peranannya dalam pembinaan berkelanjutan bagi kehidupan iman Gereja. Kitab Suci merupakan sumber inspirasi yang besar dalam memberikan pengajaran dan penghiburan bagi umat Kristiani. (bdk. 2Tim 3:16; lih juga 2 Ptr 1:20-21). Kitab Suci merupakan bagian dalam ibadat atau liturgi. Kitab Suci meresapi seluruh penerimaan sakramen-sakramen kita. Kitab Suci merupakan inti dari doa resmi Gereja, Ibadat Harian. Kitab Suci juga merupakan dasar bagi sebagian besar kehidupan doa dan devosi dalam Gereja zaman sekarang ini.

Kata-kata dari Santo Hieronimus pada abad keempat mengenai Kitab Suci masih sangat cocok untuk zaman kita sekarang ini: “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus” (lih. DV 25). Bahkan sejak Origenes (185-234) sampai Paus Benediktus XV (1854-1922) dan sesudah itu, orang-orang beriman telah melihat dan yakin bahwa seluruh Kitab Suci terpusat pada Kristus dan mempunyai maknanya dalam Dia.

Allah mewahyukan Diri-Nya kepada kita dengan macam-macam cara. Pewahyuan  Diri-Nya merupakan suatu panggilan bagi kita. Panggilan tadi merupakan panggilan kasih. Panggilan-Nya mengharapkan dari kita masing-masing suatu jawaban pribadi, yaitu jawaban iman.

Dengan iman kita memberikan diri kita seutuhnya kepada Allah dan dengan pikiran dan kehendak kita, kita menerima pewahyuan Allah. Penerimaan tadi disebut “ketaatan iman”. Menerima Sabda Allah semata-mata karena Allah, yang adalah Kebenaran itu sendiri, merupakan jaminan dari keasliannya.


Kitab Suci menyajikan kepada kita sederetan saksi-saksi iman, mulai dari Abraham, bapa rohani kita di dalam iman, sampai kepada Maria, seorang pribadi yang dengan sangat sempurna mencapai “ketaatan iman”. Kesaksian mengenai jawaban mereka terhadap panggilan iman merupakan suatu contoh dan ilham bagi kita masing-masing dalam kita memberi jawaban secara pribadi.

Demikianlah kita menyadari bahwa iman merupakan suatu penyerahan yang bebas kepada Allah dan juga suatu pengakuan yang bebas terhadap seluruh kebenaran yang telah diwahyukan Allah. Penyerahan dan penerimaan tadi mencakup segala sesuatu “yang termuat dalam Sabda Allah, yang tertulis atau disampaikan, dan ... disarankan untuk dipercayai oleh Gereja sebagai sesuatu yang telah diwahyukan secara ilahi” (Dei Filius, No 3).

Kitab Suci adalah sumber inspirasi yang besar bagi hidup manusia beriman. Kitab Suci merupakan juga sumber pertama dalam berteologi. Maka, akrab dengan Kitab Suci, rajin membacanya, sehingga makin mengerti isinya dan memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus, merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan kehidupan spiritual kita.

Cara mengakrabkan diri dengan Kitab Suci

Pastor Raymond E. Brown,S.S. dalam karya: Reading The Gospel with The Church - Penuntun Membaca Kitab Suci Bersama Gereja, mengungkapkan bahwa satu dorongan yang telah membantu umat dengan baik untuk akrab dengan kitab suci adalah Liturgi –pembacaan perikop-perikop Kitab Suci setiap minggu dalam perayaan-perayaan Gereja, teristimewa lagi dengan pembacaan Injil dalam masa-masa yang dikhususkan untuk mengenang peristiwa-peristiwa besar dalam kehidupan Yesus: Masa Natal, Puasa, Pekan Suci, dan Paskah. Merefleksikan secara mendalam bacaan-bacaan Injil dari keempat masa itu dapat menjadi pintu masuk yang sangat baik untuk menghargai dan mencintai Kitab Suci. Lebih mendasar lagi, aktualisasi teks kitab suci yang paling sempurna ada dalam liturgi sakramental yang puncaknya adalah perayaan Ekaristi. Liturgi itu menempatkan karya pewartaan di tengah komunitas orang beriman, yang berkumpul di sekitar Kristus untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah. Kristus sendiri “hadir dalam sabda-Nya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja” (SC 7). Teks tertulis itu sungguh menjadi sabda yang hidup di tengah umat beriman.

Cara yang baik lainnya,  yang ini merupakan warisan harta rohani Gereja,  untuk mengakrabkan diri dengan Kitab Kuci dan mendalaminya adalah melalui metode Lectio Divina. Lectio Divina itu sendiri merupakan suatu pembacaan pribadi atau dalam kelompok atas suatu teks Kitab Suci yang diterima sebagai Sabda Allah dan karena dorongan Roh Kudus, mengarah kepada meditasi, doa, dan kontemplasi. Perhatian pada pembacaan Kitab Suci secara teratur atau bahkan setiap hari mencerminkan kebiasaan Gereja awal.

Gereja Katolik, dalam tradisi doa, mengenal apa yang disebut sebagai “Lectio Divina” untuk membantu kita umat beriman sampai kepada persahabatan mendalam dengan Tuhan. Caranya ialah dengan mendengarkan Tuhan berbicara kepada kita melalui sabda-Nya. “Lectio” sendiri adalah kata Latin yang artinya “bacaan”. Maka “Lectio Divina” berarti Bacaan Ilahi atau bacaan rohani. Bacaan Ilahi/ rohani ini terutama diperoleh dari Kitab Suci. Maka memang, Lectio Divina adalah cara berdoa dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci untuk mencapai persatuan dengan Tuhan Allah Tritunggal. Di samping itu, dengan berdoa sambil merenungkan Sabda-Nya, kita dapat semakin memahami dan meresapkan Sabda Tuhan dan misteri kasih Allah yang dinyatakan melalui Kristus Putera-Nya. Melalui Lectio Divina, kita diajak untuk membaca, merenungkan, mendengarkan, dan akhirnya berdoa ataupun menyanyikan pujian yang berdasarkan sabda Tuhan, di dalam hati kita. Penghayatan sabda Tuhan ini akan membawa kita kepada kesadaran akan kehadiran Allah yang membimbing kita dalam segala kegiatan kita sepanjang hari. Jika kita rajin dan tekun melaksanakannya, kita akan mengalami eratnya persahabatan kita dengan Allah. Suatu pengalaman yang begitu indah tak terlukiskan!

Empat Tahapan Proses Lectio Divina

Meskipun terjemahan bebas dari kata lectio adalah bacaan, proses yang terjadi dalam Lectio Divina bukan hanya sekedar membaca. Proses Lectio Divina ini menyangkut empat hal, yaitu: lectio, meditatio, oratio dan contemplatio.

1. Lectio
Apa yang dimaksudkan dengan lectio (membaca) di sini bukan sekedar membaca tulisan, melainkan juga membuka keseluruhan diri kita terhadap Sabda yang menyelamatkan. Kita membiarkan Kristus, Sang Sabda, untuk berbicara kepada kita, dan menguatkan kita, sebab maksud kita membaca bukan sekedar untuk pengetahuan tetapi untuk perubahan dan perbaikan diri kita. Maka saat kita sudah menentukan bacaan yang akan kita renungkan (misalnya bacaan Injil hari itu, atau bacaan dari Ibadat Harian), kita dapat membacanya dengan kesadaran bahwa ayat-ayat tersebut sungguh ditujukan oleh Tuhan kepada kita.

2. Meditatio
Meditatio adalah pengulangan dari kata-kata ataupun frasa dari perikop yang kita baca, yang menarik perhatian kita. Ini bukan pelatihan pemikiran intelektual di mana kita menelaah teksnya, tetapi kita menyerahkan diri kita kepada pimpinan Allah, pada saat kita mengulangi dan merenungkan kata-kata atau frasa tersebut di dalam hati. Dengan pengulangan tersebut, Sabda itu akan menembus batin kita sampai kita dapat menjadi satu dengan teks itu. Kita mengingatnya sebagai sapaan Allah kepada kita.

3. Oratio
Oratio (doa) adalah tanggapan hati kita terhadap sapaan Tuhan. Setelah dipenuhi oleh Sabda yang menyelamatkan, maka kita memberi tanggapan. Maka seperti kata St. Cyprian, “Melalui Kitab Suci, Tuhan berbicara kepada kita, dan melalui doa kita berbicara kepada Tuhan.” Maka dalam Lectio Divina ini, kita mengalami komunikasi dua arah, sebab kita berdoa dengan merenungkan Sabda-Nya, dan kemudian kita menanggapinya, baik dengan ungkapan syukur, jika kita menemukan pertolongan dan peneguhan; pertobatan, jika kita menemukan teguran; ataupun pujian kepada Tuhan, jika kita menemukan pernyataan kebaikan dan kebesaran-Nya.

4. Contemplatio
Saat kita dengan setia melakukan tahapan-tahapan ini, akan ada saatnya kita mengalami kedekatan dengan Allah, di mana kita berada dalam hadirat Allah yang memang selalu hadir dalam hidup kita. Kesadaran kontemplatif akan kehadiran Allah yang tak terputus ini adalah sebuah karunia dari Tuhan. Ini bukan hasil dari usaha kita ataupun penghargaan atas usaha kita. Santa Teresa menggambarkan keadaan ini sebagai  doa persatuan dengan Allah/prayer of union di mana kita “memberikan diri kita secara total kepada Allah, menyerahkan sepenuhnya kehendak kita kepada kehendak-Nya.”

Keempat tahapan ini membentuk kelengkapan Lectio Divina. Jika lectio diumpamakan sebagai tahap perkenalan, maka meditatio adalah pertemanan, oratio sebagai persahabatan dan contemplatio sebagai persatuan.

Bagaimana caranya memulai Lectio Divina

Karena maksud dari Lectio Divina adalah untuk menerapkan Sabda Allah dalam kehidupan kita, dan dengan demikian hidup kita diubah dan dipimpin olehnya, maka langkah-langkah Lectio Divina adalah sebagai berikut:

  1. Ambillah sikap doa, bawalah diri kita dalam hadirat Allah. Resapkanlah kehadiran Tuhan di dalam hati kita. Mohonlah agar Tuhan sendiri memimpin dan mengubah hidup kita melalui bacaan Kitab Suci hari itu.
  2. Mohonlah kepada Roh Kudus untuk membantu kita memahami perikop itu dengan pengertian yang benar.
  3. Bacalah perikop Kitab Suci tersebut secara perlahan dan dengan seksama, jika mungkin ulangi lagi sampai beberapa kali.
  4. Renungkan untuk beberapa menit, akan satu kata atau ayat atau hal-hal yang disampaikan dalam perikop tersebut dan tanyakanlah kepada diri kita sendiri, “Apakah yang diajarkan oleh Allah melalui perikop ini kepadaku?”
  5. Tutuplah doa dengan satu atau lebih resolusi/keputusan praktis yang akan kita lakukan, dengan menerapkan pokok-pokok ajaran yang disampaikan dalam perikop tersebut di dalam hidup dan keadaan kita sekarang ini.

Penutup


Di zaman yang modern ini, instruksi dari Komisi Kitab Suci Kepausan, yang direstui oleh Paus Pius XII, menganjurkan metode Lectio Divina ini kepada semua klerus, sekulir dan religius (De Scriptura Sacra,  1950: EB 592). Tujuan yang mau dicapai dari metode Lectio Divina adalah menciptakan dan mengembangkan “kasih yang berdaya guna dan terus-menerus” kepada Kitab Suci, yang merupakan sumber kehidupan batin dan buah dari kerasulan (EB 591 dan 567), dan juga untuk memajukan pemahaman yang lebih baik tentang liturgi dan menjamin bahwa Alkitab mendapatkan tempat yang semakin penting baik dalam studi teologi maupun dalam doa.

Teks konsili menekankan bahwa pembacaan Kitab Suci hendaknya diiringi oleh doa, karena doa merupakan tanggapan atas Sabda Allah yang dijumpai dalam Kitab Suci yang diilhamkan oleh Roh Kudus. Banyak usaha bagi pembacaan kitab suci dalam kelompok telah dikemukakan di antara orang kristen. Dan orang hanya bisa mendukung kerinduan untuk memperoleh dari Kitab Suci suatu pemahaman yang lebih baik tentang Allah dan rencana penyelamatan-Nya dalam Diri Yesus Kristus.

Sumber penulisan:
1.    Konstitusi Dogmatis DEI VERBUM.
2.    Katekismus Gereja Katolik
3.    Ringkasan Katekismus Katolik yang Baru.
4.    Memahami dan Menafsir Kitab Suci Secara Katolik.
5.    Penuntun Membaca Kitab Suci Bersama Gereja.
6.    Penafsiran Alkitab dalam Gereja.
7.    Website: Katolisitas.org
Next article Next Post
Previous article Previous Post