“Vos Amici Mei Estis” (Kamulah Sahabat-Sahabat Ku)

author photo May 05, 2024
Minggu, 5 Mei 2024
HARI MINGGU PASKAH VI TAHUN B/II
BACAAN: Kisah Para Rasul 10:25-26; 1Yohanes 4:7-10; Yohanes 15:9-17

Sahabat adalah orang yang selalu ada disaat kita sedang bahagia maupun di saat kita sedang sedih. Dia akan menemani kita dengan senyum saat kita sedang bahagia. Dia pun ada buat kita, di saat kita sedang sedih dan akan selalu memberi semangat agar kita bisa dan mau bangkit dari keterpurukan. Setiap orang pasti membutuhkan sahabat karena ia adalah orang yang setia buat kita. Ia selalu setia membantu kita, setia membagi waktu untuk kita, setia dan percaya menceritakan masalahnya kepada kita. Ia juga senantiasa setia mendengarkan cerita kita dan banyak kesetiaan - kesetiaan lainnya yang ia lakukan untuk kita. 

Bacaan kedua dan bacaan Injil pada hari Minggu Paskah VI ini sarat dengan kosakata yang berhubungan dengan gagasan kasih. Dalam bacaan Injil kita mendapati pesan untuk saling mengasihi, tinggal dalam kasih dan memberikan nyawa demi sahabat-sahabatnya. Pesan dalam bacaan Injil ini disampaikan Yesus selama perjamuan malam terakhir (bdk.Yoh 13:31-17:26) sebagai bekal mereka untuk terus selalu belajar hidup tanpa penyertaan Yesus seperti yang biasa mereka jalani. Mereka diajar-Nya untuk membangun kebersamaan dengan saling mengasihi dan hidup dalam sepenanggungan. Pesan ini juga disampaikan kepada kita sebab kita telah dibaptis menjadi murid-Nya.

Menjadi murid Yesus berarti kita mengenal Dia. Dia mengajarkan kepada kita bahwa Allah  bukanlah Allah yang jauh dan tak terhampiri. Allah hadir dalam diri Yesus dari Nasaret, yang diutus Bapa-Nya, yang sungguh  memperhatikan dan terutama mau  menyelamatkan umat manusia. Ia juga menyebut kita sebagai sahabat-Nya dan bukan hamba-Nya sehingga Ia memberitahukan kepada kita apa saja yang telah Ia dengar dari Bapa-Nya. (bdk.Yoh 15:15). Sungguh menggembirakan dan membanggakan bahwa kita dianggap sahabat oleh Yesus dan ini membawa konsekuensi juga bagi kita agar kita juga mau hidup bersama dengan sesama kita sebagai sahabat. Persahabatan yang dibangun-Nya berlandaskan atas dasar kasih.

Sebagai sahabat, tidak ada lagi rahasia yang disimpan oleh Yesus. Ia mengatakan kepada kita segala sesuatu yang didengarkan dari Bapa-Nya. Sebagai sahabat ia menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada kita. Ia juga telah memperlihatkan wajah-Nya dan isi hati-Nya sendiri sepenuhnya kepada kita. Tidak ada satu pun yang ia sembunyikan. Persahabatan ini Ia hayati dan wujudkan sampai Ia dengan rela hati menyerahkan hidup-Nya bagi kita di kayu salib.

Kata-kata Yesus ini disampaikan-Nya pada sebuah kesempatan khusus, yakni perjamuan malam terakhir bersama murid-muridnya . Pada perjamuan ini hubungan guru-murid yang hingga saat itu baik mulai terganggu oleh kekuatan gelap. Pada perjamuan itu, Yudas kerasukan Iblis (bdk. Yoh 13:27) dan Yesus pun betul-betul menyadari hal ini. Yudas kerasukan Iblis justru pada saat Yesus memberinya roti yang sudah dicelupkan, artinya Yudas diberi makanan yang siap untuk disantap oleh tuan rumah kepada orang yang diundang-Nya. Pada saat itulah kekuatan gelap yang melawan Yesus membadan dalam diri seorang manusia yang bahkan sangat dekat dengan-Nya. Itulah saat Iblis memakai cara-cara manusiawi untuk masih berusaha menggagalkan kehadiran Ilahi di tengah-tengah manusia. Saat itu tampak pergulatan dua kekuatan: Allah memakai wujud manusia, yaitu Yesus, untuk menjalankan karya penebusan dan kekuatan-kekuatan yang melawan karya Allah yang memakai wujud manusia juga, yaitu Yudas. Keduanya saling mengenal dan mereka amat dekat satu sama lain.
Pengajaran Yesus untuk saling mengasihi pun diberikan setelah Yudas pergi. (bdk. Yoh 13:31).. Dengan perginya Yudas, kekuatan jahat tidak hadir dan tidak mengancam kelompok-Nya. Kata-kata Yesus mulai saat itu diterima para murid tanpa adanya kekhawatiran bahwa ajaran-Nya akan  dikelirukan oleh kekuatan-kekuatan yang bisa mengalihkan maksudnya. 

Kekuatan-kekuatan gelap bisa juga memakai cara-cara yang dipakai Allah sendiri. Satu-satunya cara untuk bertahan ialah saling menopang dengan saling berbagi ingatan dan pengalaman mengenai kabar gembira yang dibawakan oleh Yesus. Kita harus saling mengasihi sehingga tidak boleh yang satu merasa lebih besar dari yang lain, apalagi saling merahasiakan. Yesus sendiri menjelaskan asal dari kekuatan kasih itu “seperti Bapa telah mengasihi aku, demikianlah juga aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasihku itu”(Yoh 15:9). Kekuatan mengasihi itu bersumber dari Bapa sendiri dan yang menjadi nyata dalam kehidupan Yesus dan dihayati-Nya bersama para muridnya.

Bagi kita saat ini, mewujudkan kasih bisa kita terapkan dengan hidup sepenanggungan, atau solidaritas. Dengan adanya solidaritas, orang mulai mudah saling percaya. Bila orang mulai makin saling percaya hubungan-hubungan selanjutnya bisa terbangun. Segala kesulitan pun menjadi perkara yang tidak lagi membuat putus asa. Inilah pengetahuan terakhir yang diturunkan Yesus kepada kita. Ia mewariskan keyakinan kepada kita untuk bersama-sama memperbaiki kemanusiaan, yang bisa dimulai dengan cara kecil-kecilan seperti saling memberi perhatian. Kita juga diminta untuk kreatif menemukan jalan-jalan baru yang belum terpikirkan sebelumnya. Kita bisa menghidupkan apa itu kasih kepada sesama dengan pelbagai cara. Itulah Injil yang bersumber pada Yesus sendiri. 

Selamat berhari Minggu dan marilah kita wujudkan Kasih Allah itu kepada sesama. Kita semua adalah sahabat-Nya.

Semoga Tuhan Yesus senantiasa memberkati kita.

Kristophorus Wahyu Nugroho Utomo
Sie Kitab Suci – Maria Bunda Segala Bangsa

 
Sumber Ilustrasi: freebibleimages.org

Next article Next Post
Previous article Previous Post