Semakin Peka akan Kehadiran-Nya

author photo December 17, 2023
MINGGU, 17 DESEMBER 2023
HARI MINGGU ADVEN III, MINGGU GAUDETE
Bacaan: Yesaya 61:1-2a.10-11; 1 Tesalonika 5:16-24; Yohanes 1:6-8.19-28

Ada seorang menteri yang menceritakan pengalamannya saat beliau melakukan kunjungan ke suatu daerah. Seperti biasa, beliau disambut meriah oleh masyarakat dan pelajar di daerah tersebut. Di antara para pelajar itu, ada seorang cucunya yang juga ikut menyambut. Menteri tersebut kemudian menemui sang cucu, dan tentu saja sang cucu sangat gembira bertemu dengan sang kakek. Pak menteri ini kemudian mengajak cucunya pulang, namun sang cucu tidak mau pulang karena día masih menunggu kedatangan pejabat dari Jakarta. Sepertinya sang cucu tidak sadar bahwa pejabat tersebut adalah kakeknya sendiri. 

Situasi di atas kurang lebih sama dengan situasi yang dihadapai bangsa Israel yang menanti-natikan kedatangan Mesias. Sebagaimana sang cucu yang tidak mengenali pejabat yang datang, bangsa Israel tidak mengenali bahwa sang mesias, yaitu Yesus, sudah hadir. Sang mesias yang mereka nanti-nantikan sudah datang dan Ia saat ini berdiri di tengah-tengah mereka namun mereka tidak mengenal-Nya. (bdk. Yoh 1: 26). Inilah kesaksian yang diberikan oleh Yohanes Pembabtis. Ia juga bersaksi bahwa día adalah utusan yang menyiapkan jalan bagi kedatangan sang Mesias. Ia adalah saksi sang terang dan ia bukanlah sang terang itu (bdk. Yoh 1:6-8). Ia juga bukan Mesias, bukan Elia dan juga bukan nabi, melainkan orang yang berseru-seru di padang gurun agar jalan Tuhan diluruskan (bdk. Yoh 1:19-23). Ia membabtis orang dengan air sebagai ungkapan niat untuk hidup bersih guna menyongsong kedatangan-Nya. Yohanes dengan tegas juga menyatakan bahwa dirinya tidak pantas untuk melepaskan tali sandal-Nya. Suatu sikap kerendahan hati dari seorang utusan.
Yohanes Pembabtis adalah seorang tokoh yang terkenal sebelum nama Yesus terdengar. Banyak orang datang kepadanya karena pewartaan dan ajarannya yang sangat relevan pada jamannya. Situasi bangsa Yahudi saat itu berada dalam situasi yang tidak menentu. Mereka mengalami krisis identitas. Mereka semakin menjauh dari ajaran nenek moyang yang mengajarkan bahwa mereka adalah bangsa yang terpilih. Banyak kekuatan yang menghimpit bangsa Yahudi sehingga mereka semakin menjadi apatis, akibatnya suara nabi semakin tidak didengar. Hanya satu harapan yang masih tertinggal dalam diri mereka, yaitu kedatangan Mesias. Mesias ini lah yang akan mampu memimpin mereka untuk mengakhiri jaman kekelaman dan masuk ke jaman baru. Di jaman baru nanti sang mesias akan memimpin mereka memasuki tanah terjanji surgawi dan membinasakan mereka yang tidak ada bersama mereka.  

Yohanes mengenalkan dirinya sebagai sosok yang bukan siapa-siapa. Dia bukanlah Mesias, bukan Elia atau Nabi. Yohanes mengakuinya dan tidak ada niatan untuk berdusta. Yohanes adalah salah satu contoh utusan yang selalu setia akan tugasnya, jujur serta rendah hati. Ketenarannya bukanlah karena kehebatannya, namun karena tugasnya sebagai utusan. Dia tidak malu untuk menunjukkan bahwa ia adalah seorang utusan yang menyiapkan kehadiran sang Mesias. Ia meminta bangsa Israel untuk menjadi peka akan kehadiran-Nya. Ia juga memberitakan tentang terang dan terang itu sudah hadir sehingga era baru akan segera dimulai. Yang diminta Yohanes adalah agar bangsa Israel bersiap dan mau menerima-Nya. Disinilah tampak Yohanes sebaga tokoh martyria, tokoh yang memberikan kesaksian mengenai siapa yesus itu.(bdk. Yoh 1:6-8.19-23). 

Kepekaan akan kehadiran sang Ilahi juga ditekankan oleh Santo Paulus dalam bacaan kedua. Umat di Tesalonika diajak untuk peka akan roh yang menggerakkan batin sehingga mereka bisa hidup suci. Paulus meminta agar umat di Tesalonika tetap bersuka cita, tekun dalam doa, selalu beryukur dalam keadaan apapun. Hal itulah yang akan membuat umat bisa menjalani hidup dengan kegembiraan, bisa menemukan arti doa dan rasa syukur baik dalam keberuntungan maupun kesukaran dan selalu terbuka terhadap Dia. Dengan cara hidup itu mereka akan selalu jauh dari kejahatan (bdk. 1 Tes 5:16-22). Paulus juga percaya  bahwa Allah akan menjaga kemanusiaan dari kecenderungan yang bisa membuat timpang dan cacat. Paulus berpandangan bahwa manusia terdiri dari roh, jiwa dan tubuh sehingga kemanusiaan itu bisa hilang atau cacat dan hanya kekuatan Ilahi lah yang bisa menolong agar tidak hilang atau bercacat.(bdk. 1Tes 5:23-24)

Dalam kehidupan, kita juga sering tidak peka akan Yesus yang hadir dalam peristiwa sehari-hari. Sering kali kita menjadi sombong akan kehebatan diri kita dan lupa bahwa segala kehebatan yang kita punya berasal dari Allah. Yohanes mengajarkan kepada kita untuk selalu peka pada terang yaitu kehadiran Yesus, selalu bersikap rendah hati dan selalu bersyukur dalam keadaan apapun. Selain mengajak kita untuk peka, Rasul Paulus juga menasehatkan kita untuk selalu menggantungkan diri pada kekuatan Ilahi agar unsur kemanusiaan kita bisa sempurna dan tidak bercacat sehingga siap untuk menyambut kedatangan-Nya.

Menjadi renungan kita di Minggu Adven ketiga ini:
  • Apakah aku selalu bersyukur atas segala hal yang aku alami?
  • Sadarkan aku bahwa segala yang ada padaku ini adalah karunia Nya?
  • Apakah aku peka dan mengenali Yesus selalu hadir dalam segala peristiwa sehari-hari?
  • Sudahkan aku selalu menggantungkan hidupku pada-Nya?
Semoga diminggu ketiga ini kita semakin peka, rendah hati, selalu bersyukur atas segala yang kita terima  dan selalu menggantugkan diri kepada Allah. Pada akhirnya, hal tersebut akan membawa kita layak untuk menyambut kedatangan-Nya kembali.

Selamat berhari Minggu dan menyiapkan diri kita untuk kedatangan-Nya.
Semoga Tuhan Yesus senantiasa memberkati kita.

Kristophorus Wahyu Nugroho Utomo
Sie Kitab Suci – Maria Bunda Segala Bangsa


 
Sumber Ilustrasi: freebibleimages.org




Next article Next Post
Previous article Previous Post