Minggu, 7 Mei 2023
Minggu Paskah V
Bacaan: Kisah Para Rasul 6:1-7; Surat Pertama Rasul Petrus 2:4-9; Yohanes 14:1-12
Teringat saat belum ada aplikasi penunjuk jalan, begitu repotnya kita bila harus bepergian ke suatu daerah yang belum pernah dikunjungi. Sebelum pergi, kita musti membuka peta, mencari rute yang terpendek dan mencatat nama-nama jalan yang musti kita lalui. Saat kita sudah berjalan pun, tidak jarang kita musti berhenti, bertanya pada orang sekitar untuk alamat yang hendak kita tuju. Tidak jarang orang yang kita tanya, menjawab pertanyaan kita dengan tidak benar sehingga bukannya sampai ke tujuan malah akhirnya semakin menjauh. Untuk kembali ke tujuan awal, peta musti dibuka lagi dan proses pencarian alamat diulangi dari awal lagi. Untuk kepraktisan dan kepastian, seringkali kita meminta bantuan Bapak Ojek untuk berjalan di depan kita, untuk menuntun kita ke alamat yang kita tuju. Dengan cara demikian maka kita bisa sampai ke tujuan dengan mudah dan pasti.
Pengalaman paling menyeramkan orang pada zaman itu adalah saat mereka tertinggal dan berada di luar pintu kota pada malam hari. Mereka sewaktu-waktu bisa dimangsa oleh penyamun maupun binatang buas. Dengan latar pemikiran inilah Injil hari ini berbicara mengenai tempat yang paling memberi rasa aman. Tempat itu ialah kediaman Bapa sendiri (bdk. Yoh 14:2). Di tempat itu Yang Maha Tinggi berkuasa dan tak ada seorang pun yang dapat mengganggu. Meskipun demikan, ungkapan Rumah Bapa ini musti dibaca dalam konteks relasi Allah dan Yesus yang begitu dekat. Relasi yang digambarkan sebagai “tempat tinggal atau rumah” tersebut berulang kali ditekankan pula dalam pembukaan Injil Yohanes (bdk. Yoh 1:1.18). Dalam relasi kedekatan Allah dengan Yesus inilah, ada banyak tempat bagi para murid (bdk.Yoh 14:2)
Untuk dapat pergi ke rumah Bapa, dalam injil minggu ini Yesus berbicara tentang jalan, kebenaran dan hidup. Minggu lalu Yesus berbicara tentang pintu dan gembala. Pintu membukakan kita kepada jalan dan menjadi awal perjalanan sementara jalan adalah yang mengarahkan kita menuju tempat yang kita tuju. Tomas menanyakan kepada Yesus jalan yang musti dilalui: “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?” (Yoh 14:5), dan Yesus pun menjawab “Akulah jalan, kebenaran dan hidup” (14:6). Jalan yang harus Yesus tempuh untuk sampai ke rumah Bapa adalah dengan melalui salib yaitu melalui sengsara, wafat dan bangkit . Apabila kita ingin datang kepada Bapa, maka kita sebagai pengikut Yesus harus pula melalui jalan yang sama dengan yang ditempuh Yesus yaitu melalui sengsara, wafat dan bangkit bersama Yesus. Dengan mengatakan “Aku adalah jalan”(Yoh 14:6) Yesus tidak hanya menunjukkan jalan yang musti ditempuh, namun Ia juga memegang, menuntun, menemani, mengarahkan, dan menguatkan kita sepanjang perjalanan. Yesus sendirilah jalan hidup kita untuk dapat dan berani menjalani kehidupan. Menempuh jalan bersama Yesus berarti bersama dan bersatu dengan Dia. Yesus-lah jalan yang terbaik!
Yesus bukan hanya berkata: “Aku adalah jalan” (Yoh 14:6), namun juga mengatakan “Aku adalah kebenaran” (Yoh 14:6). Yesus mengatakan tentang kebenaran dan arti kebenaran adalah melakukan apa yang sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Yang sesuai dengan kehendak Allah adalah kasih dan itulah yang disebut kebenaran. Ini pulalah yang diajarkan dan dilakukan oleh Yesus. Tidak ada dusta, kebohongan dan kebencian yang keluar dari Yesus. Maka kita bisa mengimani bahwa Yesus adalah kebenaran tidak hanya dalam ajaran-Nya namun juga dalam segala perkataan dan perbuatan-Nya. Yesus itu sendirilah kebenaran!
Akhirnya Yesus berkata: “Aku adalah hidup” (Yoh 14:6), artinya hanya orang yang memiliki Yesus sebagai jalan dan kebenaran akan dapat memperoleh kehidupan abadi. Semua orang mempunyai keinginan untuk memperolehnya meskipun jalan yang dipilih untuk menuju ke sana banyak ketidakjelasan dan ketidakpastian. Salah satu jalan untuk mendapatkannya adalah melalui “agama” dan ini digunakan sebagai upaya untuk memastikan jalan yang dipilih. Dalam menjalani agama, orang yang percaya, perlahan-lahan semakin mendekat kepada yang dituju dan pada saatnya nanti akan mencapai apa yang dituju. Tujuan akan semakin nyata saat manusia berusaha menempuh jalan itu sendiri. Dengan percaya kepada Yesus, tujuan yang dimaksud tinggal dijalani dan tinggal diarahkan kepada Yesus sendiri. Inilah kiranya yang hendak diajarkan Yesus kepada Tomas.
Iman kepada Yesus bukanlah perkara gampang, bahkan Filipus meminta imannya lebih dimantapkan dengan memohon agar ditunjukkan Bapa (bdk. Yoh 14:9-14). Bagi Filipus, iman membutuhkan kemantapan dan “itu sudah cukup bagi kami” (Yoh 14:8). Filipus tidak sadar bahwa iman itu hidup dengan sisi-sisi yang tidak pasti. Uraian kepada Filipus ini merupakan jawaban bagi masalah iman yang paling dalam dan paling sulit. Yesus menjelaskan bahwa bila mau beriman, hendaklah memulainya dengan menjauhkan diri dari iman yang dibuat sendiri. Yesus mengajak agar memulai dengan yang sudah ada dan dekat yaitu kehadiran Yesus dalam hidup para murid-Nya. Kehadiran Yesus inilah yang akan membuat iman yang rasanya mengawang tadi akan menjadi bagian hidup.
Yesus menyebutkan pula bahwa siapa yang percaya akan dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya, bahkan yang lebih besar daripada itu. Yang dimaksud oleh Yesus bukanlah mengerjakan mukjizat, penyembuhan, ataupun membuat tanda-tanda yang membuat orang takluk seperti yang dilakukan Yesus. Yang dimaksudkan oleh Yesus adalah hidup pribadi yang dapat menjadi saksi iman kepada Bapa yang hadir di dalam Yesus itu. Praktisnya adalah hidup menggereja dengan hidup sebagai kumpulan orang yang beriman, yang merasa terpanggil untuk meluangkan tempat bagi kehadiaran Allah Bapa di dalam hidup ini dan mengakuinya di hadapan orang banyak. Itulah Gereja sebagai komunitas orang-orang yang beriman yang akan dapat melakukan hal-hal yang tak terpikirkan dan tak terbayangkan sebelumnya, yakni menghadirkan Allah ke dalam dunia ini dan membawa Dia ke dalam kehidupan sehari-hari. Itulah yang dimaksud dengan “pekerjaaan-pekerjaan besar”. Hingga hari ini Gereja tetap dipanggil untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan besar ini.
Yesus Kristus telah mendirikan Gereja-Nya yang oleh Petrus disebut sebagai bangunan rumah rohani sementara kita, umat Allah adalah batu-batu hidup yang berlandasan pada Yesus Kristus sebagai batu sendi atau batu penjuru.(bdk. 1Ptr 2:4-5). Kita sebagai warga Gereja yang hidup bersama dengan Yesus Kristus sebagai jalan dan kebenaran, musti mewujudkan dalam kehidupan kita lewat praktik kehidupan rohani kita lewat doa, penghayatan hidup sakramen dan juga dengan menjalin persatuan dengan umat beriman sebagai satu keluarga. Dengan begitu hidup kita akan mencerminkan kata-kata Yesus: “Aku adalah jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6). Maka kita akan bisa menampilkan wajah Gereja Kristus dengan membuat diri kita sendiri “keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam terang yang menakjubkan” (Ptr 2:9).
Semoga bacaan-bacaan liturgi di hari Minggu ini bisa menginspirasikan kita agar seluruh kehidupan yang kita jalani selalu mampu menampilkan wajah Kristus dan menghadirkan Allah. Semoga kita juga selalu ingat bahwa dalam kehidupan kita, Yesus sendirilah yang akan selalu memegang tangan, menuntun, menemani dan menguatkan kita. Yesus pulalah yang akan membuat kita mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan besar.
Selamat merayakan hari Minggu dan semoga Tuhan senantiasa memberkati kita.
Kristophorus Wahyu Nugroho Utomo
Sie Kitab Suci Paroki MBSB
Sumber: JW.org |