Minggu, 7 November 2021
Pekan Biasa XXXII
Bacaan: 1 Raj. 17:10-16, Ibr. 9:24-28, Mrk. 12:38-44.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita seringkali baru mau berbagi atau membantu, jika kita memiliki kelebihan atau ketika ada permintaan atau sedikit paksaan. Misalnya, sering di group WA ada edaran permintaan bantuan dari lingkungan, RT/RW, kelompok kategorial, dll., maka barulah kita pikir-pikir untuk membantunya atau tidak. Kita kadang berkeberatan untuk berbagi membantu orang lain, karena merasa diri sendiri saja berkekurangan dan masih membutuhkan bantuan, bagaimana koq dimintai untuk membantu orang lain? Kita juga sering enggan memberi bantuan karena perilaku oknum-oknum yang pintar memanfaatkan situasi untuk meminta bantuan dengan alasan, misalnya untuk membantu korban banjir, dsb., namun ternyata untuk kepentingan diri sendiri. Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus memperingatkan agar kita juga memiliki sikap kehati-hatian terhadap perbuatan oknum-oknum yang demikian itu, yang terlihat mulia atau baik, namun ternyata demi kepentingan diri sendiri atau tidak sesuai dengan peruntukan yang sebenarnya. Yesus melihat bahwa parapemimpin agama Yahudi atau ahli-ahli Taurat yang tampak mulia dan saleh itu, telah mengambil keuntungan dari janda-janda miskin untuk kepentingan diri sendiri (bdk. Mark. 12:40).
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Pekan Biasa XXXII ini mengajak kita untuk mendalami spiritualitas berbagi dari kekurangan atau kesederhanaan yang kita miliki Baik dalam bacaan pertama maupun Injil, kita melihat kisah seorang janda yang miskin, sederhana, yang harus mencari nafkah untuk hidup keluarganya, namun mau memberikan atau mempersembahkan semua yang dimilikinya dengan tulus dan sikap percaya kepada Allah. Tentu sikap demikianlah yang harus kita tiru. Sementara dari pengalaman hidup kita selama ini justru kalau ada kelebihan, yang bekas kita pakai, atau yang sudah tidak kita butuhkan itulah yang sering kita berikan atau bagikan.
Ajakan untuk berbagi atau memberi rasanya gampang dilakukan. Namun, tidaklah demikian dalam kenyataannya. Karena memberi itu kan berarti mengalihkan kepemilikan kita, entah itu sebagian atau semua, kepada orang lain, yang kemudian tidak jadi hak milik kita lagi. Berbagi atau memberi sering dianggap kehilangan dan tidak mungkin akan memiliki seperti semula. Nah, hal itulah yang mungkin sering menjadikan kita berkeberatan untuk memberi. Dalam hal memberi, Rasul Paulus pernah mengatakan bahwa setiap orang sebaiknya memberi sesuai dengan apa yang dia putuskan dalam hatinya, tidak dengan berat hati atau terpaksa, karena Allah mengasihi orang yang memberi dengan senang hati.” (bdk. 2 Kor. 9:7). Dalam bacaan Injil disebutkan bahwa Yesus memuji dan menghargai persembahan janda miskin tersebut, karena persembahan itu memiliki nilai memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Apa yang dikatakan Yesus tersebut hendak menegaskan kepada kita bahwa Allah mengukur persembahan kita tidak dari jumlah atau berapa banyaknya yang kita berikan, tetapi dari sikap hati yang penuh kasih dan pengorbanan diri yang tidak berharap balasan. Itulah spiritualitas berbagi atau menolong dari kekurangan, yang hendaknya menjadi dasar iman dan hidup kita, kalau mempersembahkan kepada Allah dan sesama.
Sementara itu, kita sering kali memiliki pemikiran atau motivasi bahwa dengan memberi kepada Allah, entah itu lewat persembahan atau derma, kita berharap sangat supaya Allah nanti akan membalas dengan pemberian yang berlipat-lipat untuk kita. Jadi, kita sering berpikiran bahwa jika kita memberi, maka kita akan mendapat pahala dari Allah. Ingatlah, bahwa Allah tidak bisa disuap dengan pemberian atau persembahan yang berlebihan agar memberikan balasan atau pahala sesuai dengan kehendak kita!
Dari sabda Tuhan hari ini, pesan utama bagi kita adalah bahwa (1) memberi itu haruslah dengan hati tulus dan seutuhnya, dan hindari diri untuk mengharapkan pahala atau balasan. Dalam bacaan kedua, Surat kepada Orang Ibrani, digambarkan bahwa Yesus telah memberikan diriNya, tidak saja tubuhNya yang didera dengan penderitaan sampai wafatNya di kayu salib, tetapi juga memberikan seluruh hatiNya yang penuh kasih kepada Allah demi penebusan dosa kita. (2) Memberi tidaklah harus berupa materi yang terukur seperti uang atau sarana kita, tetapi juga diri kita seperti pemikiran, waktu, sikap hati yang tulus demi kebutuhan Tuhan dan sesama. Misalnya saja kita dengan sukacita dan tulus menemani atau menunggui orang yang sedang sendirian atau sakit.
Semoga Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk memurnikan diri dalam hal semangat berbagi atau memberi dari kemurahan hati kita. Setiap persembahan atau pemberian kepada Allah atau sesama kita, hendaknya tidak dilihat atau diukur banyaknya atau jumlahnya, tetapi ketulusan hati kita dalam mempersembahkan diri dan milik kami. Semoga Allah, dalam cahaya Roh KudusNya, menganugerahi kita kerelaan hati untuk berbagi satu sama lain atas segala sesuatu yang telah Allah berikan kepada kita, seperti Yesus yang telah korbankan diriNya demi kita. Amin.
Semoga Tuhan memberkati kita dan Selamat Berhari Minggu.
Antonius Purbiatmadi
Pekan Biasa XXXII
Bacaan: 1 Raj. 17:10-16, Ibr. 9:24-28, Mrk. 12:38-44.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita seringkali baru mau berbagi atau membantu, jika kita memiliki kelebihan atau ketika ada permintaan atau sedikit paksaan. Misalnya, sering di group WA ada edaran permintaan bantuan dari lingkungan, RT/RW, kelompok kategorial, dll., maka barulah kita pikir-pikir untuk membantunya atau tidak. Kita kadang berkeberatan untuk berbagi membantu orang lain, karena merasa diri sendiri saja berkekurangan dan masih membutuhkan bantuan, bagaimana koq dimintai untuk membantu orang lain? Kita juga sering enggan memberi bantuan karena perilaku oknum-oknum yang pintar memanfaatkan situasi untuk meminta bantuan dengan alasan, misalnya untuk membantu korban banjir, dsb., namun ternyata untuk kepentingan diri sendiri. Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus memperingatkan agar kita juga memiliki sikap kehati-hatian terhadap perbuatan oknum-oknum yang demikian itu, yang terlihat mulia atau baik, namun ternyata demi kepentingan diri sendiri atau tidak sesuai dengan peruntukan yang sebenarnya. Yesus melihat bahwa parapemimpin agama Yahudi atau ahli-ahli Taurat yang tampak mulia dan saleh itu, telah mengambil keuntungan dari janda-janda miskin untuk kepentingan diri sendiri (bdk. Mark. 12:40).
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Pekan Biasa XXXII ini mengajak kita untuk mendalami spiritualitas berbagi dari kekurangan atau kesederhanaan yang kita miliki Baik dalam bacaan pertama maupun Injil, kita melihat kisah seorang janda yang miskin, sederhana, yang harus mencari nafkah untuk hidup keluarganya, namun mau memberikan atau mempersembahkan semua yang dimilikinya dengan tulus dan sikap percaya kepada Allah. Tentu sikap demikianlah yang harus kita tiru. Sementara dari pengalaman hidup kita selama ini justru kalau ada kelebihan, yang bekas kita pakai, atau yang sudah tidak kita butuhkan itulah yang sering kita berikan atau bagikan.
Ajakan untuk berbagi atau memberi rasanya gampang dilakukan. Namun, tidaklah demikian dalam kenyataannya. Karena memberi itu kan berarti mengalihkan kepemilikan kita, entah itu sebagian atau semua, kepada orang lain, yang kemudian tidak jadi hak milik kita lagi. Berbagi atau memberi sering dianggap kehilangan dan tidak mungkin akan memiliki seperti semula. Nah, hal itulah yang mungkin sering menjadikan kita berkeberatan untuk memberi. Dalam hal memberi, Rasul Paulus pernah mengatakan bahwa setiap orang sebaiknya memberi sesuai dengan apa yang dia putuskan dalam hatinya, tidak dengan berat hati atau terpaksa, karena Allah mengasihi orang yang memberi dengan senang hati.” (bdk. 2 Kor. 9:7). Dalam bacaan Injil disebutkan bahwa Yesus memuji dan menghargai persembahan janda miskin tersebut, karena persembahan itu memiliki nilai memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Apa yang dikatakan Yesus tersebut hendak menegaskan kepada kita bahwa Allah mengukur persembahan kita tidak dari jumlah atau berapa banyaknya yang kita berikan, tetapi dari sikap hati yang penuh kasih dan pengorbanan diri yang tidak berharap balasan. Itulah spiritualitas berbagi atau menolong dari kekurangan, yang hendaknya menjadi dasar iman dan hidup kita, kalau mempersembahkan kepada Allah dan sesama.
Sementara itu, kita sering kali memiliki pemikiran atau motivasi bahwa dengan memberi kepada Allah, entah itu lewat persembahan atau derma, kita berharap sangat supaya Allah nanti akan membalas dengan pemberian yang berlipat-lipat untuk kita. Jadi, kita sering berpikiran bahwa jika kita memberi, maka kita akan mendapat pahala dari Allah. Ingatlah, bahwa Allah tidak bisa disuap dengan pemberian atau persembahan yang berlebihan agar memberikan balasan atau pahala sesuai dengan kehendak kita!
Dari sabda Tuhan hari ini, pesan utama bagi kita adalah bahwa (1) memberi itu haruslah dengan hati tulus dan seutuhnya, dan hindari diri untuk mengharapkan pahala atau balasan. Dalam bacaan kedua, Surat kepada Orang Ibrani, digambarkan bahwa Yesus telah memberikan diriNya, tidak saja tubuhNya yang didera dengan penderitaan sampai wafatNya di kayu salib, tetapi juga memberikan seluruh hatiNya yang penuh kasih kepada Allah demi penebusan dosa kita. (2) Memberi tidaklah harus berupa materi yang terukur seperti uang atau sarana kita, tetapi juga diri kita seperti pemikiran, waktu, sikap hati yang tulus demi kebutuhan Tuhan dan sesama. Misalnya saja kita dengan sukacita dan tulus menemani atau menunggui orang yang sedang sendirian atau sakit.
Semoga Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk memurnikan diri dalam hal semangat berbagi atau memberi dari kemurahan hati kita. Setiap persembahan atau pemberian kepada Allah atau sesama kita, hendaknya tidak dilihat atau diukur banyaknya atau jumlahnya, tetapi ketulusan hati kita dalam mempersembahkan diri dan milik kami. Semoga Allah, dalam cahaya Roh KudusNya, menganugerahi kita kerelaan hati untuk berbagi satu sama lain atas segala sesuatu yang telah Allah berikan kepada kita, seperti Yesus yang telah korbankan diriNya demi kita. Amin.
Semoga Tuhan memberkati kita dan Selamat Berhari Minggu.
Antonius Purbiatmadi