Minggu, 20 Juni 2021
Minggu Biasa XII
Bacaan: Ayb. 38:1.8-11; 2Kor. 5:14-17; Mrk. 4:35-40.
Karena kita belum tahu kapan berakhirnya pandemi Covid-19 ini, rasanya sadar atau tidak sadar kita masih merasa khawatir. Misalnya, mau bepergian untuk suatu keperluan, kita sudah dibayangi oleh rasa takut atau kekuatiran, tidak hanya takut tertular, tetapi juga akan sanksi jika kita kedapatan lupa atau malas tidak bermasker, tidak punya kartu vaksin atau surat keterangan sehat dari pandemi Covid-19. Kita sering menganggap diri sebagai orang beragama, rajin berdoa, membaca Kitab Suci atau hal-hal rohaniah lainnya, toh kita sering terombang-ambing dalam ketakutan ketika ada badai di tengah kehidupan kita, seperti di masa pandemi ini.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Biasa XII ini mengajak kita untuk tidak takut atau tidak cemas terhadap hal-hal yang melanda hidup kita. Pengajaran Yesus hari ini tentang bagaimana kita harus menyikapi suatu peristiwa yang mengombang-ambingkan kehidupan kita. Seperti pada Injil hari ini, yang mengisahkan tentang ketakutan para murid Yesus saat menghadapi badai taufan. Kita tahu, bahwa para murid Yesus adalah nelayan, yang tentunya menghadapi badai taufan adalah hal biasa. Namun, dalam Injil dikatakan bahwa mereka sangat ketakutan, meski saat itu Yesus ada bersama-sama dengan mereka, bahkan Yesus tidur dengan tenang di dalam perahu. Kalau kita mendengarkan kisah Injil pada hari ini, dalam hati tentu kita bertanya apakah Yesus tidak memahami bahwa para muridNya sedang mengalami ketakutan? Atau, Yesus kok tidur dengan tenang, apakah Yesus sungguh tidak peduli terhadap ketakutan para muridNya itu?
Dalam kehidupan sehari-hari kita, yang sering terombang-ambing oleh badai kehidupan, kita sering mengeluh atau kecewa, karena merasa Tuhan tidak segera datang menolong kita, Tuhan tidak mau menjawab doa-doa kita, atau Tuhan tidak peduli dengan kita alias Tuhan diam saja seperti sedang tidur lelap. Meski dalam bacaan Injil dikisahkan Yesus sedang tidur ketika para muridNya ketakutan dalam badai yang terjadi, namun sebagai orang beriman, kita percaya bahwa sebenarnya Yesus tidak tidur dalam artian lahiriah. Kita percaya bahwa sesungguhnya Yesus tetap berjaga untuk mendengarkan seruan doa kita. Namun, mengapa Yesus tidak segera membalasnya, itu bukan karena Yesus tidak peduli, tetapi seperti kepada para muridNya, Yesus hendak menguji iman kita “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (bdk. Mrk. 4:40).
Seperti para murid, masalahnya bukan karena Tuhan tidak peduli, tetapi karena saat dalam ketakutan yang luar biasa, maka kita sering tidak menyadari bahwa Tuhan ada bersama dengan kita. Melalui sabda Tuhan hari ini, kita diajak untuk membangun iman, menyadari dan mempercayai kehadiran Allah dalam diri Yesus pada setiap pergumulan hidup kita, bahwa dalam diri Yesus ada kuasa untuk menyelamatkan hidup kita. Jadi, jika kita percaya, maka mukjizat apa pun dapat dilakukan oleh Yesus untuk kita.
Dalam bacaan pertama, Tuhan hendak mengajak kita untuk mengerti akan penyertaan dan kehadiran Tuhan, terutama dalam penderitaan. Seperti pengalaman Ayub, yang kita tahu penderitaan hidupnya yang luar biasa, namun Ayub dengan penuh percaya, menyerahkan segala penderitaannya kepada kehendak Allah. Atas sikap itulah, Allah sendiri datang menyatakan kehadiranNya dan menunjukkan kekuasaanNya terhadap diri Ayub (bdk. Ayb. 38:1). Sementara itu dalam bacaan kedua, Rasul Paulus mengajak kita untuk hidup menjadi bagian “di dalam Yesus”. Yang ia maksudkan dengan “di dalam Yesus” adalah hidup yang memiliki hubungan pribadi yang baik dengan Allah dalam Kristus Yesus, yang hidupnya bukan lagi untuk dirinya sendiri, melainkan untuk Tuhan (bdk. 2Kor 5:15, 17). Dengan kata lain, Rasul Paulus mengajak kita hidup di dalam Tuhan adalah memiliki rasa percaya sepenuhnya kepada Tuhan.
Ketika kita mengalami ketakutan yang luar biasa, memang sering pikiran, hati kitapun benar-benar tidak mampu bekerja, termasuk bagaimana iman kita harus bersikap kepada Tuhan. Semoga dengan sabda Tuhan hari ini, kita semakin memahami pengajaran Tuhan tentang ketenangan pikiran dan hati. Sikap pikiran dan hati yang tenang akan memampukan kita untuk menyadari bahwa, meski saat ini Tuhan tidak hadir secara fisik, namun dengan kuasa RohNya, Tuhan akan datang untuk membantu kita lepas dari bahaya atau ketakutan. Semoga di setiap pergumulan hidup kita, terutama seperti di masa pandemi ini, mari kita tetap tenang dan mempercayakan hidup kita pada penyertaan Allah di dalam kuasa Yesus yang terus bekerja di setiap waktu kehidupan kita. Amin.
Antonius Purbiatmadi