Minggu Biasa XXVIII
Bacaan: Yes. 25:6-10a; Flp. 4:12-14,19-20; Mat. 22:1-14.
Di masa sebelum pandemik Covid-19 ini terjadi, sering kali kita melihat ketua lingkungan/wilayah yang merasa sedih dan kecewa. Karena sering kali menyebarkan undangan untuk doa lingkungan, pendalaman iman/Kitab Suci, namun undangan itu tidak ditanggapi dengan positip oleh umat di lingkungannya. Karena kegiatan lingkungan, pasti ketua lingkungan mengundang semua umat di lingkungannya. Namun yang hadir ya yang itu-itu saja. Selain pengurus, rasa kecewa hati pasti terjadi pada diri tuan rumah yang berketempatan, yang sudah menyiapkan banyak hal, namun tidak ditanggapi dengan baik oleh umat yang lain.
Seperti dalam bacaan Injil hari ini, yang menggambarkan tentang kekecewaan hati dari seorang raja atas sikap orang-orang yang telah diundangnya untuk dalam pesta perjamuan kawin anaknya, namun, mereka itu tidak mau datang (bdk. Mat 22:3, 5). Sekali pun sang raja kembali mengundang siapa saja, ternyata yang datang pun tidak sesuai dengan harapannya (bdk. Mat 22:11). Dari perumpamaan yang Yesus sampaikan itu, kita tentunya boleh merasa heran mengapa banyak orang yang menolak undangan dari seorang raja? Tentu suatu kehormatan bagi rakyat atau siapa pun yang diundang oleh raja. Suatu pesta perjamuan kawin yang diadakan oleh seorang raja tentulah bukan pesta-pestaan ala kadarnya. Suatu pesta perjamuan dapat menggambarkan status sosial dan memberi rasa gengsi tertentu, baik bagi penyelenggara pesta atau tamu yang diundang.
Jika kita menerima suatu undangan, itu berarti si pengundang menganggap kita adalah orang penting dan berharga di hatinya. Bagaimana rasanya, jika kita diundang untuk hadir dalam perjamuan kawin anak dari pemimpin negeri kita ini? Pasti kita akan bangga dan peristiwa itu akan menjadi kenangan bagi kita, bukan?. Jika kita tidak menghadiri undangan tersebut, tentu si pengundang akan kecewa berat dan barangkali kelak kita tidak akan diundang lagi olehnya. Seperti dalam perumpamaan Injil hari ini, yang mengisahkan sang raja sudah mempersiapkan hidangan masakan dari lembu-lembu jantan dan ternak piaraannya. Suasana pesta itu, yang dalam bacaan pertama, oleh nabi Yesaya digambarkan suatu perjamuan yang mewah dengan telah disediakan masakan yang bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar, masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang disaring endapannya (bdk. Yes 25:6). Ini tentu menggambarkan suasana pesta yang sungguh meriah dan penuh dengan makanan minuman yang enak, sajian yang tentu akan memuaskan para tamu undangan.
Perumpamaan undangan pesta perjamuan kawin, yang disampaikan oleh Yesus, itu adalah menggambarkan undangan Tuhan bagi siapa pun untuk menikmati kebahagiaan kekal bersama Tuhan. Melalui para nabi dan Yesus sendiri telah disampaikan undangan keselamatan kekal dari Tuhan kepada umat manusia. Namun, tawaran keselamatan itu ditolak oleh manusia. Seperti suatu perhelatan, jika tidak dihadiri oleh tamu undangan, maka suasana perjamuan akan menjadi sepi, bahkan hambar. Dan tentu saja si tuan rumah atau yang empunya hajatan akan kecewa bahkan marah. Seperti dalam perumpamaan hari ini, Yesus menegaskan bahwa barangsiapa yang menolak undangan keselamatan dari Tuhan, maka Tuhan akan marah dan menghukumnya. Para penolak akan dijauhkan dari Kerajaan Sorga (bdk. Mat 22:6-7, 13).
Dari perumpamaan yang Yesus ajarkan tentang perjamuan kawin itu, kita dapat belajar bagaimana kita menyikapi setiap kali kita mendapat undangan dari Tuhan. Undangan itu adalah suatu ajakan pribadi dari Tuhan sendiri untuk membangun relasi yang semakin intim denganNya. Dengan relasi yang intim, maka Tuhan akan mengenal kita. Seperti halnya cara kita mengenal sesama kita, misalnya, dari sering berpakaian, maka Tuhan pun akan sungguh mengenal kita dengan cara hidup beriman kita. Cara hidup beriman itu adalah pakaian rohani kita, yang dapat terwujudkan dalam kebiasaan kehadiran kita dalam setiap undangan Tuhan dalam doa pribadi, doa bersama keluarga atau lingkungan, pendalaman iman/Kitab Suci, menyambut sakramen ekaristi atau sakramen rekonsiliasi, atau dalam peristiwa iman lainnya.
Menanggapi setiap undangan tentu membutuhkan pengorbanan diri kita, entah itu waktu, tenaga atau lainnya. Dalam bacaan kedua, dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Rasul Paulus mengajak kita juga untuk belajar mengorbankan waktu, tenaga, bahkan harta kita untuk memenuhi hajatan atau pekerjaan yang Tuhan adakan. Dalam hal mengorbankan untuk Tuhan, janganlah merasa kehabisan akan apa yang kita berikan kepada Tuhan, karena Tuhan akan memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam diri Kristus Yesus (bdk. Flp 4:19. Semoga melalui pengajaran Tuhan hari ini, kita sebagai umat beriman semakin mau menanggapi dengan baik dan menyikapi dengan penuh iman atas setiap undangan yang berasal dari Tuhan. Amin.
Semoga Tuhan memberkati kita dan Selamat Berhari Minggu.
Antonius Purbiatmadi