Minggu Paskah IV Tahun A
Hari Minggu Panggilan
Kis. 2:14a,36-41; 1Ptr. 2:20b-25; Yoh. 10:1-10.
Mazmur tanggapan pada hari Minggu ini sangat terkenal dan suka dinyanyikan. Penafsir kitab Mazmur ini hendak mengatakan kepada kita tentang relasional yang sangat pribadi antara Allah dengan umatNya,yang dalam Perjanjian Lama digambarkan sebagai seorang gembala dengan domba-domba piaraannya. Gembala yang baik pasti peduli terhadap domba piaraannya. Ia akan memelihara, membawa dombanya ke padang rumput, ke tempat sumber air untuk minum dan menjaganya dari segala gangguan. Perikop dari Mazmur ini hendak menggambarkan kepada kita bahwa Allah adalah gembala yang baik bagi kita. Allah sungguh peduli, memperhatikan dan memelihara kita sebagai umatNya dari segala kekurangan bahkan bahaya apa pun.
Dalam bacaan Injil pada hari Minggu Paskah IV ini, Yesus memproklamasikan DiriNya sebagai Gembala yang baik dan kita adalah domba-dombaNya. Hal ini menggambarkan cakupan relasional yang intim antara Tuhan sendiri dengan kita umatNya. Sebagai Gembala, Tuhan hendak memelihara, melindungi dan mencukupi kebutuhan hidup kita. Tuhan sangat mengenal diri kita. Sebagai dombaNya, maka kita harus mampu mendengarkan dan mengerti akan suaraNya. Yesus adalah Gembala Baik kita, maka bersamaNya kita tidak perlu takut akan adanya kekurangan yang terjadi. BersamaNya, kita akan aman dari bahaya apa pun sekalipun kita sedang berada dalam bahaya dan kesulitan yang besar. Kesejahteraan dan keselamatan akan tetap kita nikmati jika kita mendengarkan suara panggilanNya. Karenanya, sebagai dombaNya kita perlu memiliki kemampuan untuk mendengar kata-kata panggilanNya.
Pada hari Minggu Paskah IV ini, kita sekaligus merayakan Hari Minggu Panggilan Sedunia, yang bertemakan “Kata-Kata Panggilan – Words of Vocation”. Dalam pesan pada Hari Doa Panggilan Sedunia ke-57 ini, Bapa Paus Fransiskus mengajak kita untuk mengerti bahwa kita dipanggil untuk menjadi apa saja sesuai pilihan kita. Namun, yang utama adalah bagaimana tanggapan kita atas panggilan Tuhan. Sebab setiap panggilan Tuhan membawa konsekuensi serta tanggung jawab dan rasa “sakit” dan “kelelahan” dalam menjalankan panggilanNya itu.
Mengutip kisah pengalaman iman para murid, di mana Yesus berjalan di atas air dan para murid ketakutan yang luar biasa pada malam angin badai di danau Galilea (bdk. Mat. 14:22-33), Bapa Suci Fransiskus hendak menggambarkan perjalanan hidup panggilan kita itu juga seperti mereka. Hidup panggilan kita ibarat perahu yang dapat berubah arah, disesatkan oleh fatamorgana, bukan mercusuar yang membawanya pulang, dan mungkin dihempaskan oleh badai kesulitan, keraguan dan ketakutan.
Hidup panggilan kita seperti Petrus, yang mendengar panggilan Tuhan untuk datang kepadaNya, namun di tengah perjalanan mengalami ketakutan dan keraguan iman kepada Tuhan. Hal itu yang menyebabkan Petrus tercebur ke dalam danau. Kita pun juga demikian seperti Petrus, karena kurang percaya kepada Tuhan, maka kita pun mudah jatuh tercebur ke dalam danau keberdosaan. Jika demikian, kita perlu uluran tangan Tuhan untuk meraih dan mengangkat kita dari keberdosaan , sakit atau kelelahan atas persoalan hidup.
Menghadapi situasi hidup kita yang sakit atau lelah itu, Bapa Suci Fransiskus memilihkan kata kunci panggilan untuk membantu kita bisa lepas dari sakit atau kelelahan, yakni bersyukur, berani dan pujian. Pertama, kita bersyukur kepada Tuhan yang mengangkat kita dari keterpurukan dan menunjukkan tempat tujuan kita di pantai seberang. Tuhan memberi kita keberanian untuk menaiki perahu dan Ia menjadi juru mudi kita. Ia menyertai dan membimbing kita. Ia menopang kita sehingga tidak kandas dalam keragu-raguan dan bahkan memampukan kita berjalan di atas air yang bergelombang.
Bahwa dalam perjalanan panggilan hidup kita sering ada “hantu” atau hambatan sehingga mengganggu pertumbuhan dan jalan panggilan yang kita pilih atau yang telah Tuhan pilihkan untuk kita. Ketika kita dipanggil untuk meninggalkan pantai kenyamanan dan memeluk sebuah status hidup – seperti menikah, pelayanan imamat atau hidup bakti – seringkali muncul “hantu ketidakpercayaan”. Tuhan tahu bahwa pilihan dasar kita – seperti menikah atau pengabdian khusus pada pelayanan-Nya – mengundang keberanian. Kemudian, di tengah-tengah badai topan, hidup kita terbuka untuk memuji. Ini adalah kata terakhir dari panggilan kita.
Seiring dengan bulan devosi kepada Bunda Maria, lewat pesan Hari Minggu Panggilan ini kita diajak seperti St. Perawan Maria, yang berani bersyukur bahwa Tuhan menatapnya, setia di tengah-tengah ketakutan dan kekacauan, dengan berani memeluk panggilanya dan membuat hidupnya suatu kidung pujian kepada Tuhan. Pada kesempatan ini pula, Bapa Suci Fransiskus mengajak kita semua umat beriman untuk berterima kasih kepada para imam dan mendukung pelayanan mereka. Memasuki bulan devosi kepada St. Perawan Maria, marilah kita memohon semoga Bunda Maria menyertai, mendoakan dan menjadi pengantara bagi kita untuk meneguhkan tanggapan akan panggilan kita masing-masing. Selamat Berhari Minggu.
(Antonius Purbiatmadi)
Hari Minggu Panggilan
Kis. 2:14a,36-41; 1Ptr. 2:20b-25; Yoh. 10:1-10.
Mazmur tanggapan pada hari Minggu ini sangat terkenal dan suka dinyanyikan. Penafsir kitab Mazmur ini hendak mengatakan kepada kita tentang relasional yang sangat pribadi antara Allah dengan umatNya,yang dalam Perjanjian Lama digambarkan sebagai seorang gembala dengan domba-domba piaraannya. Gembala yang baik pasti peduli terhadap domba piaraannya. Ia akan memelihara, membawa dombanya ke padang rumput, ke tempat sumber air untuk minum dan menjaganya dari segala gangguan. Perikop dari Mazmur ini hendak menggambarkan kepada kita bahwa Allah adalah gembala yang baik bagi kita. Allah sungguh peduli, memperhatikan dan memelihara kita sebagai umatNya dari segala kekurangan bahkan bahaya apa pun.
Dalam bacaan Injil pada hari Minggu Paskah IV ini, Yesus memproklamasikan DiriNya sebagai Gembala yang baik dan kita adalah domba-dombaNya. Hal ini menggambarkan cakupan relasional yang intim antara Tuhan sendiri dengan kita umatNya. Sebagai Gembala, Tuhan hendak memelihara, melindungi dan mencukupi kebutuhan hidup kita. Tuhan sangat mengenal diri kita. Sebagai dombaNya, maka kita harus mampu mendengarkan dan mengerti akan suaraNya. Yesus adalah Gembala Baik kita, maka bersamaNya kita tidak perlu takut akan adanya kekurangan yang terjadi. BersamaNya, kita akan aman dari bahaya apa pun sekalipun kita sedang berada dalam bahaya dan kesulitan yang besar. Kesejahteraan dan keselamatan akan tetap kita nikmati jika kita mendengarkan suara panggilanNya. Karenanya, sebagai dombaNya kita perlu memiliki kemampuan untuk mendengar kata-kata panggilanNya.
Pada hari Minggu Paskah IV ini, kita sekaligus merayakan Hari Minggu Panggilan Sedunia, yang bertemakan “Kata-Kata Panggilan – Words of Vocation”. Dalam pesan pada Hari Doa Panggilan Sedunia ke-57 ini, Bapa Paus Fransiskus mengajak kita untuk mengerti bahwa kita dipanggil untuk menjadi apa saja sesuai pilihan kita. Namun, yang utama adalah bagaimana tanggapan kita atas panggilan Tuhan. Sebab setiap panggilan Tuhan membawa konsekuensi serta tanggung jawab dan rasa “sakit” dan “kelelahan” dalam menjalankan panggilanNya itu.
Mengutip kisah pengalaman iman para murid, di mana Yesus berjalan di atas air dan para murid ketakutan yang luar biasa pada malam angin badai di danau Galilea (bdk. Mat. 14:22-33), Bapa Suci Fransiskus hendak menggambarkan perjalanan hidup panggilan kita itu juga seperti mereka. Hidup panggilan kita ibarat perahu yang dapat berubah arah, disesatkan oleh fatamorgana, bukan mercusuar yang membawanya pulang, dan mungkin dihempaskan oleh badai kesulitan, keraguan dan ketakutan.
Hidup panggilan kita seperti Petrus, yang mendengar panggilan Tuhan untuk datang kepadaNya, namun di tengah perjalanan mengalami ketakutan dan keraguan iman kepada Tuhan. Hal itu yang menyebabkan Petrus tercebur ke dalam danau. Kita pun juga demikian seperti Petrus, karena kurang percaya kepada Tuhan, maka kita pun mudah jatuh tercebur ke dalam danau keberdosaan. Jika demikian, kita perlu uluran tangan Tuhan untuk meraih dan mengangkat kita dari keberdosaan , sakit atau kelelahan atas persoalan hidup.
Menghadapi situasi hidup kita yang sakit atau lelah itu, Bapa Suci Fransiskus memilihkan kata kunci panggilan untuk membantu kita bisa lepas dari sakit atau kelelahan, yakni bersyukur, berani dan pujian. Pertama, kita bersyukur kepada Tuhan yang mengangkat kita dari keterpurukan dan menunjukkan tempat tujuan kita di pantai seberang. Tuhan memberi kita keberanian untuk menaiki perahu dan Ia menjadi juru mudi kita. Ia menyertai dan membimbing kita. Ia menopang kita sehingga tidak kandas dalam keragu-raguan dan bahkan memampukan kita berjalan di atas air yang bergelombang.
Bahwa dalam perjalanan panggilan hidup kita sering ada “hantu” atau hambatan sehingga mengganggu pertumbuhan dan jalan panggilan yang kita pilih atau yang telah Tuhan pilihkan untuk kita. Ketika kita dipanggil untuk meninggalkan pantai kenyamanan dan memeluk sebuah status hidup – seperti menikah, pelayanan imamat atau hidup bakti – seringkali muncul “hantu ketidakpercayaan”. Tuhan tahu bahwa pilihan dasar kita – seperti menikah atau pengabdian khusus pada pelayanan-Nya – mengundang keberanian. Kemudian, di tengah-tengah badai topan, hidup kita terbuka untuk memuji. Ini adalah kata terakhir dari panggilan kita.
Seiring dengan bulan devosi kepada Bunda Maria, lewat pesan Hari Minggu Panggilan ini kita diajak seperti St. Perawan Maria, yang berani bersyukur bahwa Tuhan menatapnya, setia di tengah-tengah ketakutan dan kekacauan, dengan berani memeluk panggilanya dan membuat hidupnya suatu kidung pujian kepada Tuhan. Pada kesempatan ini pula, Bapa Suci Fransiskus mengajak kita semua umat beriman untuk berterima kasih kepada para imam dan mendukung pelayanan mereka. Memasuki bulan devosi kepada St. Perawan Maria, marilah kita memohon semoga Bunda Maria menyertai, mendoakan dan menjadi pengantara bagi kita untuk meneguhkan tanggapan akan panggilan kita masing-masing. Selamat Berhari Minggu.
(Antonius Purbiatmadi)