Minggu Paskah III Tahun A
Kis 2 : 14/22-33, 1Ptr. 1:17-21; Luk. 24:13-35
Bagaimana rasanya jika kita bepergian seorang diri ke suatu tempat tanpa bersama dengan orang lain? Tentu tidak enak, bukan? Lebih tidak enak, jika kita bepergian sendiri di saat mengalami keberdukaan atau kegalauan hati. Di tengah perjalanan pasti akan lebih galau dan tidak fokus. Walau kita dalam suasana berduka, misalnya, jika dalam perjalanan ada teman tentu rasanya akan berbeda.
Sebagai mahkluk sosial kita pasti butuh teman, entah itu manusia atau hewan piaraan. Teman itu penting dan perlu dalam kehidupan kita. Seringkali di saat-saat kita mengalami keberdukaan atau bermasalah, kita sangat membutuhkan teman untuk mendengarkan curahan isi hati kita. Jika di saat kita berduka atau bermasalah ada teman yang datang untuk menghibur atau berempati, itu menunjukkan persahabatan yang sejati. Sahabat sejati adalah sahabat yang ada di saat kita sedang menderita atau berduka.
Sering terjadi, di saat kita jaya banyak teman di sekitar kita. Namun, ketika menderita kita ditinggalkannya. Dalam bacaan Injil pada hari Minggu Paskah Pekan III ini menggambarkan dua murid Yesus, yang sedang dalam suasana duka dan kecewa, melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya. Mereka kecewa karena harapan mereka tentang Yesus tidak seperti kenyataan yang mereka bayangkan semula. Mereka berduka, karena Yesus mati dengan cara disalibkan. Suasana kecewa dan berduka berat itu membuat mereka tidak mampu untuk mengerti akan kabar kebangkitan Yesus yang tersebar di antara para murid lainya.
Dalam keberdukaan mereka, Yesus hadir di tengah-tengah mereka. Yesus mau menghibur dan menyakinkan mereka tentang kabar gembira dari kebangkitanNya yang sudah menyebar itu. Namun, rasa duka cita dan kecewa menutup mata hati akan kehadiran Tuhan. Kita pun sering mengalami hal serupa seperti yang terjadi pada diri kedua murid Tuhan tersebut. Di saat kita bermasalah, berduka, kecewa berat, mata hati kita tidak mampu melihat dengan jelas akan suasana yang menghibur atau meringankan duka kita.
Melalui kisah perjalanan ke dua murid ke Emaus itu, kita diajak untuki peka terhadap penyertaan Tuhan dalam setiap peristiwa kehidupan kita. Di dalam perjalanan hidup kita, mungkin kita merasa cemas, bingung, sedih, atau bahkan mungkin putus asa. Meski pun demikian, hendaknya kita berusaha merasakan kehadiran Tuhan, yang datang sebagai teman untuk menghibur, membantu dan menyertai kita. Di setiap peristiwa kehidupan kita, kiranya kita selalu ingat untuk menyertakan Tuhan. Ia yang akan menuntun kita ke jalan terang dan membebaskan kita dari belenggu kekecewaan atau keputusasaan. Hadirkan Tuhan dalam setiap peristiwa perjalanan kehidupan kita. Dialah teman setia perjalanan hidup kita. Selamat Berhari Minggu. (Antonius Purbiatmadi)
Kis 2 : 14/22-33, 1Ptr. 1:17-21; Luk. 24:13-35
Bagaimana rasanya jika kita bepergian seorang diri ke suatu tempat tanpa bersama dengan orang lain? Tentu tidak enak, bukan? Lebih tidak enak, jika kita bepergian sendiri di saat mengalami keberdukaan atau kegalauan hati. Di tengah perjalanan pasti akan lebih galau dan tidak fokus. Walau kita dalam suasana berduka, misalnya, jika dalam perjalanan ada teman tentu rasanya akan berbeda.
Sebagai mahkluk sosial kita pasti butuh teman, entah itu manusia atau hewan piaraan. Teman itu penting dan perlu dalam kehidupan kita. Seringkali di saat-saat kita mengalami keberdukaan atau bermasalah, kita sangat membutuhkan teman untuk mendengarkan curahan isi hati kita. Jika di saat kita berduka atau bermasalah ada teman yang datang untuk menghibur atau berempati, itu menunjukkan persahabatan yang sejati. Sahabat sejati adalah sahabat yang ada di saat kita sedang menderita atau berduka.
Sering terjadi, di saat kita jaya banyak teman di sekitar kita. Namun, ketika menderita kita ditinggalkannya. Dalam bacaan Injil pada hari Minggu Paskah Pekan III ini menggambarkan dua murid Yesus, yang sedang dalam suasana duka dan kecewa, melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya. Mereka kecewa karena harapan mereka tentang Yesus tidak seperti kenyataan yang mereka bayangkan semula. Mereka berduka, karena Yesus mati dengan cara disalibkan. Suasana kecewa dan berduka berat itu membuat mereka tidak mampu untuk mengerti akan kabar kebangkitan Yesus yang tersebar di antara para murid lainya.
Dalam keberdukaan mereka, Yesus hadir di tengah-tengah mereka. Yesus mau menghibur dan menyakinkan mereka tentang kabar gembira dari kebangkitanNya yang sudah menyebar itu. Namun, rasa duka cita dan kecewa menutup mata hati akan kehadiran Tuhan. Kita pun sering mengalami hal serupa seperti yang terjadi pada diri kedua murid Tuhan tersebut. Di saat kita bermasalah, berduka, kecewa berat, mata hati kita tidak mampu melihat dengan jelas akan suasana yang menghibur atau meringankan duka kita.
Melalui kisah perjalanan ke dua murid ke Emaus itu, kita diajak untuki peka terhadap penyertaan Tuhan dalam setiap peristiwa kehidupan kita. Di dalam perjalanan hidup kita, mungkin kita merasa cemas, bingung, sedih, atau bahkan mungkin putus asa. Meski pun demikian, hendaknya kita berusaha merasakan kehadiran Tuhan, yang datang sebagai teman untuk menghibur, membantu dan menyertai kita. Di setiap peristiwa kehidupan kita, kiranya kita selalu ingat untuk menyertakan Tuhan. Ia yang akan menuntun kita ke jalan terang dan membebaskan kita dari belenggu kekecewaan atau keputusasaan. Hadirkan Tuhan dalam setiap peristiwa perjalanan kehidupan kita. Dialah teman setia perjalanan hidup kita. Selamat Berhari Minggu. (Antonius Purbiatmadi)