MENGALAMI PASKAH DENGAN BERBAGI

author photo March 20, 2016
(Artikel ini telah dimuat dalam Buletin Paroki MBSB Edisi Maret 2016)

Kebangkitan mensahkan apa yang telah dilakukan atau diajarkan Kristus. Semua kebenaran, juga yang tidak dapat dimengerti oleh pikiran manusia, mendapat pembenaranNya setelah Kristus, oleh kebangkitanNya, memberikan bukti terhadap otoritas ilahi-Nya yang difinitif yang telah dijanjikan (KGK 651).

Kebangkitan Kristus berarti kemenangan iman Kristen, dan ini merupakan penggenapan dari nubuat mengenai Mesias yang terdapat di dalam Perjanjian Lama. Semua orang beriman bersyukur atas kematian dan kebangkitan-Nya. Kedua peristiwa itu tidak bisa dipisahkan. Kematian adalah wujud ketaaatan Kristus pada kehendak Bapa-Nya untuk menyelamatkan manusia dari dosa sedangkan kebangkitan adalah tindakan kasih Allah yang membuka pintu masuk menuju hidup baru yaitu pembenaraan untuk hidup penuh rahmat Allah.

Tanpa kebangkitan, pewartaan seruan pertobatan dan tindakan Yesus hanya menjadi dongeng dan kabar gembira yang disampaikan merupakan kesia-siaan. Namun dengan kebangkitan-Nya, warta, tindakan dan karya Yesus disahkan oleh Allah. Karena kebangkitan, Yesus menyuruh para murid untuk pergi keseluruh dunia memberitakan Injil kepada seluruh makhluk agar semua yang percaya mendapatkan pembaptisan dan diselamatkan (bdk. Mrk 16: 15-16).

Kebangkitan Yesus Kristus menegaskan ke-Allah-an Yesus dan membuktikan bahwa apa yang diwartakan-Nya adalah suatu jalan, kebenaran dan kehidupan. Kita yang selama masa Prapaskah telah melakukan laku tobat dan amal kasih sebagai silih atas dosa mendapatkan jaminan bahwa kita akan dibangkitkan oleh-Nya.

Mencontoh cara hidup komunitas jemaat perdana, hendaknya amal kasih, solider dan berbagi secara terus menerus dilakukan dan menjadi kebiasaan/pola hidup (BdkKis 2: 41-47) sebagai panggilan bagi orang yang diselamatkan. Mungkin selama ini hedonisme, konsumerisme, egoismr sangat kuat di dalam diri kita sehingga lupa memberi perhatian kepada orang yang menderita atau kita berpikir bahwa mereka sudah ada yang melayani, lalu apa yang bisa kita lakukan?

Paus Benediktus XVI menegaskan, “Gereja tidak dapat dibebaskan dari pelayanan kasih sebagai kegiatan bersama teratur kaum beriman, dan di lain pihak tak pernah akan ada keadaan di mana pelayanan kasih individual orang kristiani tak diperlukan, karena manusia tak hanya membutuhkan keadilan, melainkan juga akan selalu membutuhkan kasih” (Deus Caritas Est, 29).

Sejarah Gereja telah memperlihatkan banyak orang menjadi kudus karena secara individual memperhatikan orang miskin. Orang tersebut mengalami kebahagiaan justru karena memberikan harta, milik, perhatian, kasih bahkan membaktikan seluruh hidupnya bagi para penderita. Di dunia para kudus telah mencicipi kebangkitan dan surga, tujuan terakhir dan pemenuhan kerinduan terdalam manusia. Kebahagiaan diperoleh justru dengan memberi dan bukan dengan menerima, mengumpulkan atau menumpuk sebanyak-banyaknya kepemilikan sampai akhirnya tidak ada lagi tempat untuk menyimpan dan akhirnya setahun sekali “cuci gudang” dengan membagikan kepada orang lain. Sikap berbagi hendaknya menjadi kebiasaan harian, bukan tindakan setahun sekali, sehingga keluarga mengalami keleluasaan, kelegaan, keseimbangan dan kebahagiaan. Sebagaimana Kristus solider melalui kematian-Nya, kita dituntut berbagi untuk mengalami kebangkitan dan mendapatkan kebahagiaan seperti yang dijanjikan-Nya.
Next article Next Post
Previous article Previous Post