Memaknai Sakramentalitas Perkawinan Dalam Keluarga

author photo January 10, 2016
Oleh: RD. Yohanes Suradi
(Artikel ini telah dimuat dalam Buletin Paroki MBSB Edisi Januari 2016)


Salah satu bentuk paguyuban yang melahirkan keluarga adalah perkawinan. Perkawinan menurut peraturan hukum gereja katolik adalah ikatan perjanian seorang laki-laki dengan seorang perempuan, diantara mereka membuat sebuah kesepakatan untuk hidup bersama sebagai suami-istri dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Aspek kehidupan perkawinan terdiri dari aspek rohani dan aspek jasmani. Kedua aspek tersebut tertuju kepada tujuan perkawinan, yakni kebahagiaan suami-istri. Kebahagiaan rohani adalah tatkala seorang suami atau seorang istri meraskan kegembiraan psikologis / perasaan dari pasangannya, sedangkan kebahagiaa jasmani adalah terpenuhinya sandang, papan, pangan atau kebutuhan dasar sebuah keluarga.

Makna Sakramen-Sakramen Gereja

Sakramen adalah tanda dan sarana kehadiran Allah yang menyelamatkan. Melalui sakramen yang dirayakan, Allah hadir, mendekat, mengajak para peraya menemukan Allah yang menyelamatkan. Melalui sakramen babtis, Allah mendekat memanggil seseorang untuk mengimani Yesus yang menyelamatkan. Kehadiran Allah yang menyelamatkan itu nyata dalam pengampunan dosa seorang yang dibabtis.


Melalui perayaan ekaristi, Allah hadir, menyapa (Sabda yang dibacakan) maupun melalui kurban (Tubuh dan Darah-Nya) yang menyelamatkan. Bahkan tidak hanya hadir melainkan mau bersatu dengan manusia (komuni suci). Oleh karena itu liturgi perayaan ekaristi merupakan sebuah pemantasan diri, ajakan bagi para peraya untuk layak dan pantas menyambut Tubuh dan Darah-Nya. Tetapi ajakan pemantasan ini tidak sama dengan pengakuan dosa (sakramen pengampunan dosa). Para peraya hanya diajak untuk mengakui diri dihadapan Allah bahwa kita ini orang berdosa agar layak dan pantas masuk dalam perayaan keselamatan tersebut. Absolusi yang diberikan oleh pemimpin perayaan pada perayaan ekaristi berbeda dengan absolusi pada sakramen pengampunan dosa.

Absolusi dalam perayaan ekaristi merupakan sebuah doa mohon belaskasih dan pengampunan: “Semoga Allah yang Maha Kuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita dan mengantar kita ke hidup yang kekal”. Absolusi dalam sakramen pengampunan dosa adalah pelepasan dosa seseorang dengan syarat menjalani penitensi / denda atas dosa: “Dengan pengantaraan Gereja Kudus Tuhan kita Yesus Kristus mengampuni segala dosa Saudara, maka saya melepaskan Saudara dari dosa-dosa Saudara, dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”. Dengan kata lain, perayaan ekaristi tidak bisa membebaskan atas dosa-dosa yang kita lakukan. Hanya sakramen pengampunan dosa lah yang bisa membebaskan kita dari dosa-dosa kita. Melalui sakramen pengampunan dosa, Allah hadir, menyapa dan bahkan melepaskan kita dari dosa-dosa kita.

Melalui sakramen penguatan, Allah hadir dan menguatkan kita. Pengurapan minyak krisma di dahi para krismawan/wati merupakan sebuah simbul pengangkatan seseorang untuk melaksanakan tugas perutusan gereja. Demikian pula pengurapan minyak krisma pada telapak tangan seorang yang menerima tahbisan imamat suci. Pengurapan minyak krisma mengangkat seseorang kedalam jabatan sebagai imam, nabi dan raja, yakni menguduskan, mengajar / mewartakan dan memimpin, entah sebagai awam atau imam seturut tugas dan kewengan masing-masing. Jadi, melalui sakramen-sakramen tersebut Allah hadir, mendewasakan, mengutus dan menyertai dalam segala suka dan duka seorang utusan.

Dalam sakramen pengurapan orang sakit, Tuhan memenuhi janji-Nya untuk menyembuhkan dan bahkan mengampuni dosa orang-orang yang berada diambang kematiannya. Melalui pengurapan minyak orang sakit, seseorang disembuhkan secara fisik apabila permohonan untuk kesembuhan di kabulkan, tetapi apabila kematian menjemputnya seseorang yang sudah sampai pada ajalnya disembuhkan jiwanya dari segala dosa yang menyelimutinya.

Melalui sakramen perkawinan Allah hadir, mengangkat pasangan suami istri menjadi keluarga serta dipanggil untuk terlibat dalam karya penciptaan manusia, diutus untuk menjadi gereja ditengah-tengah masyarakat.

Memaknai Sakramentalitas Perkawinan

“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitahukan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk. 4: 14 – 21). Ayat-ayat Injil Lukas ini merupakan awal karya Yesus ditengah-tengah masyarakat setelah lulus pendadaran sebelumnya di padang gurun (ayat 1 – 13). Ayat-ayat ini juga menjadi sesanti atau motto pelayanan, selain menjadi pernyataan pribadi Yesus sendiri: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (Luk. 4: 21).

Penerimaan Sakramen perkawinan bagi sepasang suami-istri adalah sebuah permulaan tugas perutusan setelah lulus pendadaran sebelumnya, yakni pengenalan, persiapan-persiapan administratif maupun persiapan lahir dan batin menjelang perayaan sakramen dilangsungkan. Dengan kata lain, pasangan-pasangan suami-istri katolik hendaklah mendasarkan perkawinan dan tugas peritusannya di tengah-tengah masyarakat pada ayat-ayat Kitab Suci di atas.

Melalui pengucapan janji kesetiaan dalam sakramen perkawinan, Roh Tuhan hadir dan menguduskan pasangan suami-istri, sama seperti janji kesetiaan dalam sakramen tahbisan atau pengikraran kaul seorang biarawan maupun biarawati. Seorang pribadi dengan segala ketidaksempurnaannya disempurnakan melalui sakramen tersebut, manusia lama ditinggalkan dan mengenakan manusia baru. Roh Tuhanlah yang memampukan seseorang masuk kedalam martabat baru seperti itu.

Panggilan kesempurnaan / manusia baru itu bukan suatu keinginan pribadi, melainkan harus disadari bahwa Tuhan memiliki kehendak, yakni menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin. Miskin tidak hanya berarti miskin harta benda duniawi melainkan juga miskin secara rohani, yakni tidak adanya kasih dan perhatian dari sesamanya. Panggilan kesempurnaan itu juga merupakan perutusan untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, buta dan tertindas.

Banyak orang / keluarga disekitar kita yang terbelenggu, tertindas karena ketidakmampuannya untuk keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Kita bisa hadir pada mereka untuk sekedar mendengarkan, apalagi kalau bisa membatu mereka keluar dari persoalan yang membelenggu mereka. Banyak orang / keluarga disekitar kita yang menutup diri terhadap sesamanya, hanya bergaul dengan orang-orang tertentu. Tugas keluarga katolik untuk memelekkan mata mereka yang buta terhadap sesamanya.

Akhirnya panggilan kesempurnaan itu menjadi wujud nyata dari tahun rahmat Tuhan telah datang / pertobatan sehiingga banyak orang yang kagum akan sukacita, damai dan pengampunan yang terjadi dalam keluarga / hidup kita. Hal ini akan terjadi kalau kita berani menjadi contoh kerendahan hati sebagaimana Keluarga Kudus Nazaret. Banyak orang yang takjub akan pengajaran Yesus, sikap Bunda Maria dan Yosef, yang kemudian menjadi sadar akan manusia lamanya, bertobat dan bahkan minta untuk dibabtis. Tuhan memberkati.
Next article Next Post
Previous article Previous Post