Pengenangan Arwah Semua Orang Beriman – 2 November 2025
Bacaan: 2Mak. 12:43-46; 1Kor. 15:20-24a, 25-28; Yoh. 6:37-40
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Setiap tahun pada tanggal 2 November, Gereja mengajak kita untuk berhenti sejenak. Kita berhenti dari kesibukan kita untuk melakukan sesuatu yang sangat manusiawi sekaligus sangat ilahi: kita mengingat.
Kita mengingat ayah, ibu, kakek, nenek, pasangan, anak, sahabat, atau siapa pun yang telah lebih dahulu berpulang kepada Bapa. Kita mungkin membawa foto mereka dalam dompet, atau sekadar membawanya dalam hati. Kita mungkin baru saja mengunjungi makam mereka, membersihkannya, menabur bunga, dan menyalakan lilin.
Bagi banyak orang, ini adalah hari yang sarat dengan kesedihan dan kerinduan. Itu wajar. Kehilangan orang yang kita cintai adalah salah satu luka terdalam yang bisa kita alami. Namun, sebagai orang beriman, Gereja tidak mengajak kita untuk berkubang dalam duka. Hari ini, Gereja mengajak kita untuk mengingat dengan penuh pengharapan, dan mendoakan dengan penuh kasih.
Mengapa kita mendoakan mereka yang sudah meninggal?
Bacaan Pertama dari Kitab Makabe memberikan kita dasar yang kuat. Yudas Makabeus dan pasukannya menemukan jimat-jimat berhala pada tentara mereka yang gugur. Mereka sadar bahwa rekan-rekan mereka ini mati dalam keadaan berdosa. Apa yang mereka lakukan? Apakah mereka berkata, "Sudahlah, sudah terlambat"?
Tidak. Kitab Suci mencatat: "Mereka lalu berdoa dan memohon, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapuskan sama sekali." (2Mak 12:42). Yudas bahkan mengumpulkan uang untuk dipersembahkan sebagai korban penghapus dosa di Yerusalem.
Penulis Kitab Makabe menyebut tindakan ini "perbuatan yang sangat baik dan mulia". Mengapa? Karena Yudas melakukannya dengan "memikirkan kebangkitan." Ia percaya bahwa jika tidak ada kebangkitan, maka "sia-sia dan bodohlah mendoakan orang-orang yang telah mati."
Inilah inti iman kita. Kita mendoakan arwah orang beriman bukan karena kita tidak percaya pada kerahiman Tuhan, tetapi justru karena kita sangat percaya pada kerahiman-Nya. Kita percaya bahwa Allah itu adil sekaligus maharahim. Kita percaya, seperti yang diajarkan Gereja, akan adanya purgatorium—proses pemurnian.
Doa-doa kita, dan terutama persembahan Ekaristi Kudus ini, adalah jembatan kasih yang kita ulurkan kepada mereka. Kita, yang masih berziarah di dunia ini, membantu saudara-saudari kita yang sedang dimurnikan, agar mereka dapat segera masuk dalam persekutuan para kudus dan menatap wajah Allah sepenuhnya. Doa kita adalah wujud solidaritas kita dalam persekutuan orang kudus, yang tidak dipisahkan oleh kematian.
Lalu, apa yang menjadi dasar pengharapan kita?
Jika Bacaan Pertama adalah tentang apa yang kita lakukan (berdoa), maka Bacaan Kedua dan Injil adalah tentang mengapa kita berani berharap.
Santo Paulus dalam Suratnya kepada jemaat di Korintus menegaskan: "Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal." (1Kor 15:20).
Kristus adalah "buah sulung". Jika kita melihat buah sulung, kita tahu panen raya akan segera tiba. Kebangkitan Kristus adalah jaminan kebangkitan kita. Kematian bukanlah akhir. Kematian memang masih ada, ia adalah "musuh terakhir," tetapi kekuasaannya telah dipatahkan. Sengatnya telah dicabut oleh kebangkitan Kristus.
Pengharapan ini diteguhkan secara langsung oleh Yesus sendiri dalam Injil Yohanes. Yesus memberikan janji yang luar biasa: "Inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang yang melihat Anak dan percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal..." Dan apa puncaknya? "...dan Aku akan membangkitkannya pada akhir zaman." (Yoh 6:40).
Ini adalah janji Tuhan kita. Ia tidak akan menolak siapa pun yang datang kepada-Nya. Ia tidak akan kehilangan satu pun dari mereka yang Bapa berikan kepada-Nya.
Saudara-saudari terkasih,
Hari ini, saat kita mendoakan nama-nama orang terkasih kita satu per satu, kita tidak sedang berbicara ke ruang hampa. Kita sedang berbicara kepada Allah yang hidup, yang janji-Nya dapat kita pegang.
Kita berdoa untuk mereka (Doa Silih), seperti Yudas Makabeus, memohon kerahiman Allah untuk menyempurnakan mereka.
Kita berdoa bersama mereka (Persekutuan Kudus), karena kita tahu mereka pun mendoakan kita dari seberang.
Kita berdoa seperti mereka (Pengharapan Kebangkitan), merindukan hari ketika kita semua akan dikumpulkan kembali, ketika Kristus akan "menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki-Nya" dan "Allah menjadi semua di dalam semua."
Marilah kita lanjutkan perayaan Ekaristi ini. Dalam Ekaristi, surga dan bumi bertemu. Di altar ini, kita satukan semua doa dan kerinduan kita, semua kenangan indah dan air mata kita, bagi arwah semua orang beriman. Kita satukan mereka dengan Kurban Kristus yang satu dan sempurna.
Semoga jiwa orang-orang beriman, terutama mereka yang kita kenang hari ini, beristirahat dalam damai oleh kerahiman Allah. Dan semoga kita semua kelak diperkenankan berbahagia bersama mereka dalam kerajaan-Nya. (RB)
