PEMBERIAN

author photo November 11, 2018
Minggu Biasa XXXII Tahun B
Markus 12:38-44

Menurut isinya, Injil minggu ini terdiri dari dua bagian. Yang pertama, ayat 38-40, memuat pengamatan keras Yesus terhadap perilaku sementara ahli Taurat yang suka mempertontonkan kesalehan dan menyalahgunakan penghormatan orang terhadap mereka, tapi lebih-lebih karena mereka "menelan rumah janda-janda", serta mengelabui mata orang dengan doa mereka yang berkepanjangan. Dalam bagian selanjutnya, ayat 41-44, didapati pengajaran Yesus kepada para muridnya ketika mengamati orang-orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan di Bait Allah. Ada seorang janda miskin yang memberikan uang receh paling kecil - itulah seluruh nafkahnya. Kata Yesus, pemberiannya lebih dari orang-orang yang memberi dari kelimpahan mereka. Apa ini pujian bagi sang janda dan sindiran terhadap orang yang memberi dari kelimpahan? 

Petikan ini bukan pertama-tama dimaksud untuk mengecam sikap sementara orang maupun untuk memuji-muji orang miskin yang berani berkorban, melainkan untuk mengajar para murid bernalar. Begitu juga Warta Gembira bagi kita jangan kita jadikan kabar buruk bagi orang lain. Ini prinsip yang perlu dipegang dalam menafsirkan Alkitab khususnya dalam memakainya dalam pewartaan. Bila tidak, Injil akan menjadi alat pengecam dan sulit menjadi Kabar Gembira bagi siapa saja.

Hendak diajarkan kepekaan mewaspadai kebiasaan kita sendiri. Dalam ayat 38, dikatakan "Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang...!" Dinasihatkan agar orang awas, artinya tidak menerima begitu saja apa yang di kalangan umum diterima sebagai tindakan yang patut disetujui dan bahkan dijadikan teladan. Apalagi bila me-nyangkut tokoh-tokoh yang berwibawa, seperti para ahli Taurat. Mereka ini orang yang tahu menahu tentang agama. Mereka lazim menjadi panutan orang banyak. Sebenarnya ada banyak ahli Taurat yang baik, juga pada zaman itu. Tapi ada beberapa gelintir dari mereka yang menyalahgunakan kedudukan serta penghormatan orang terhadap mereka. Mereka inilah yang disoroti.

Tidak mudah menilai anggapan serta perbuatan para tokoh seperti kaum ahli Taurat. Apa pegangannya? Tak lain dan tak bukan yakni mewaspadai apa kelakuan tertentu itu sejalan atau kurang sejalan dengan dua perintah yang paling terutama yang dijadikan pokok pembicaraan dalam Injil Minggu lalu, yakni mengasihi Tuhan Allah dengan seutuh-utuhnya dan mengasihi sesama seperti diri sendiri.

Mempertontonkan kesalehan dalam berdoa dan mengharapkan penghargaan dari orang bukan cara yang cocok untuk menepati perintah mengasihi Tuhan Allah. Mengapa? Karena Dia dijadikan dalih agar diri sendiri mendapat kemudahan, memperoleh penghormatan, menikmati privilegi sebagai rohaniwan, sebagai ulama. Apalagi dengan dalih seperti itu kasarnya apa-apa saja bisa dipaksa-paksakan: bila begitu menghujat, kami membela Tuhan Allah, kalian mesti tunduk! Jangan melecehkan orang yang menjalankan ibadat, karena "ia sedang mengasihi Tuhan". Tapi Tuhan sendiri malah tidak mendapat tempat dalam kehidupan orang seperti itu.

Bagaimana menafsirkan amatan mengenai sang janda yang memberikan seluruh nafkahnya itu? Dikatakan bahwa ia memberi jauh lebih banyak dari pada orang-orang yang memberi dari kelimpahannya. Apa yang dilakukan sang janda patut dilihat sebagai penyerahan diri kepada kebaikan Tuhan. Mempercayakan diri sepenuhnya, inilah pengajaran Injil hari ini. Bagaimana dengan orang yang memberi dari kelimpahan, yang tentunya dapat masih dapat menyandarkan diri pada harta milik yang ada padanya. Mereka, dan orang-orang seperti kita, diajak berani belajar semakin menyandarkan diri kepada Tuhan. Tak perlu dengan cara pemberian, melainkan dengan cara yang akan melibatkan diri. Apa itu? Yesus tidak menunjukkan seluk beluknya. Dan Injil diam. Diserahkan kepada pemahaman dan kesuburan moral masing-masing. Prakarsa serta kreativitas masing-masing masih mendapat tempat. Dan ini termasuk Kabar Gembiranya. (AG)
Next article Next Post
Previous article Previous Post