GEREJA MISIONER MEWARTAKAN INJIL

author photo February 21, 2017
Oleh: RD. Heribertus Susanto Wibowo
(Artikel ini telah dimuat dalam Buletin Paroki MBSB Edisi Februari 2017)


Pengantar
Misi atau perutusan yang kita emban sebagai Gereja di setiap masa dan di setiap tempat adalah mewartakan Injil. Mewartakan Injil itu secara eksplisit adalah memaklumkan Yesus sebagai Tuhan; (bdk EG 110). Apa yang dinyatakan oleh Paus Fransiskus melalui Seruan Apostoliknya Evangelii Gaudium ini sesungguhnya meneruskan secara afirmatif mandatum misioner yang juga telah diserukan secara senada oleh mendiang Paus Yohanes Paulus II: Gereja harus melaksanakan tujuannya yang provindensial, pemberitaan Injil sebagai pewartaan penuh kegembiraan, kesabaran dan langkah-langkah progresif tentang wafat dan kebangkitan Yesus Kristus yang menyelamatkan umat manusia merupakan yang utama. Pewartaan mengenai Yesus Kristus yang demikian inilah yang menjadi prioritas perutusan atau misi kita, terutama sebagai Gereja yang berada di Asia, dengan konteks kultural yang sangat beraneka (bdk EA 19).Tulisan berikut ini sesungguhnya tidaklah bermaksud mengetengahkan sebuah diskursus ketat catatan teologis-kontekstual, eklesiologis, dan misiologis. Tulisan ini sesungguhnya memaksudkan catatan singkat yang coraknya sangatlah pastoral dan spiritual, dengan menampilkan satu dua gagasan teologis, eklesiologis dan misiologis di dalamnya.

Gereja yang Misioner

Gereja pertama-tama dan terutama adalah umat yang sedang bergerak maju dalam perjalanan ziarahnya menuju Allah. Karena itu, Gereja merupakan misteri yang berakar dalam Trinitas, namun berada secara nyata dalam sejarah sebagai suatu bangsa peziarah dan pewarta Injil, yang melampaui ungkapan kelembagaan manapun, betapa pun diperlukan. (EG 111). Gereja senantiasa diperlukan oleh Allah untuk diutus memberitakan keselamatan yang berasal dari Allah bagi umat manusia.
Untuk menyelamatkan  dunia, Bapa semula mengutus Putra; kemudian, pada hari Pentakosta, Bapa dan Putra mengutus Roh Kudus untuk menjiwai para murid Kristus; akhirnya, Allah mengutus Gereja untuk mewartakan Injil Kristus kepada segenap umat manusia (Lih AG 2-5). Injil harus dijadikan ragi kebebasan dan kemajuan, ragi persaudaraan, kesatuan, dan damai (lih AG 7-9).

Gereja, sebagai sakramen Kristus, menyadari dirinya pun diutus ke dunia untuk meneruskan misi evangelium; misi memberitakan Injil.  Warta kabar baik keselamatan dari Allah yang merupakan intisari dari Injil itu diperuntukkan bagi semua bangsa manusia.

Bagi Gereja, bermisi dan berevangelisasi harus berkaitan dengan “pribadi” dan “pesan” Yesus Kristus. Kendati memiliki makna berbeda, kata “misi” dan “evangelisasi” adalah istilah yang saling melengkapi sehingga penggunaannya pun  seringkali ditulis atau diucapkan secara bergantian.


“Misi” adalah tindakan perutusan (the act of sending out) dan makna inilah yang disebut ‘amanah’ atau ‘tugas’ (mandatum) perutusan. Kristus diutus oleh Bapa; demikian juga Kristus mengutus para murid-Nya (Yoh. 20:21). Sedangkan “Evangelisasi” adalah perwujudan dari perutusan yang sudah diterima tersebut (realization of the mission received). Kristus diutus untuk apa? Dia diutus “untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk.4:18-19). Demikian juga Dia mengutus para murid-Nya untuk mewartakan Injil sampai ke ujung dunia, kata-Nya: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk.16:15). Inilah yang disebut Evangelisasi.

Kristianitas dan Gereja kita itu bersifat misioner. Tidak perlulah kita menyangkalnya. Hal yang perlu kita refleksikan lebih jauh adalah bagaimanakah kita yang adalah Gereja setia  hadir sebagai Gereja bagi semua umat manusia, khususnya kalau kegiatan itu hendak kita namakan evangelisasi, sehingga karya ini menjadi sarana diwujudkannya Kerajaan Allah di tengah masyarakat kita, seperti cita-cita Yesus Kristus.

Tujuan misi dan evangelisasi Gereja adalah mewujudkan Kerajaan Kristus dan Kerajaan Allah. Di masa Gereja awali, Kerajaan Allah sering diidentifikasikan dengan Kerajaan Kristus (bdk. Ef 5:5; Why 11:15; 12:10). Hal ini dapat dimengerti sebab Yesus sendiri – lewat seluruh hidup dan karya-Nya – membuat terang-nyata bahwa melalui Dia dan di dalam diri-Nya Kerajaan Allah telah memasuki dunia (bdk. Luk 17:20-22) dan telah mendatangi umat manusia meskipun masih perlu berkembang mencapai kepenuhannya.

Bagi Gereja, baik “misi” maupun “evangelisasi” adalah diksi yang mempunyai hubungan khusus dan saling melengkapi. Misi memperlihatkan kelengkapan padu dirinya didalam jati diri dari evangelisasi itu. Uraian yang disampaikan oleh Paus Emeritus Benediktus XVI mengenai asal usul penggunaan kata evangelium sangatlah membantu kita memahami maksud mendalam bahwa “misi” kristiani berkorelasi utuh dengan “evangelisasi”, karena evangelisasi berkaitan dengan pribadi dan pesan Yesus Kristus.

Evangelium sesungguhnya bermakna sangat indah. Kata evangelium secara substantif menunjuk pada pribadi Yesus.  Menurut catatan yang diuraikan oleh Paus Emeritus, Benediktus XVI, dalam karyanya berjudul: Yesus dari Nazaret, beliau menjelaskan dengan sangat detail bahwa istilah evangelium ini tampil dalam kosa kata para kaisar Romawi yang memahami diri mereka sebagai tuan, penyelamat dan penebus dunia. Amanat yang dikeluarkan seorang kaisar dalam bahasa Latin disebut evangelium, tidak peduli apakah isinya benar-benar menggembirakan dan menyukakan atau tidak. Gagasannya adalah bahwa apa yang datang dari seorang kaisar adalah sebuah amanat yang menyelamatkan, artinya bukan sekedar sepotong berita melainkan sebuah perubahan dunia ke arah yang lebih baik. Ketika para penginjil memakai kata ini, dan karenanya menjadi sebutan umum untuk tulisan-tulisan mereka, mereka bermaksud memberitahu kita hal ini: Apa yang diklaim secara tidak sah oleh para kaisar, yang berlagak bagai dewa, benar-benar terjadi di sini – sebuah amanat yang dipenuhi dengan kewibawaan yang paripurna, sebuah amanat yang bukan melulu “asal omong” melainkan kenyataan. 

Dengan melihat cakupan maknanya bagi kita di masa kini, Paus Emeritus Benediktus XVI menegaskan pula bahwa menurut kosa kata teori linguistik kontemporer, kita bisa mengatakan bahwa evangelium, Injil, bukan melulu ujaran informatif, melainkan terutama ujaran performatif-bukan melulu menyampaikan informasi melainkan terutama tindakan, kekuatan ampuh dan berdaya guna yang masuk ke dunia untuk menyelamatkan serta membarui. Markus berbicara tentang “Injil Allah” dengan maksud bukan para kaisar itulah yang dapat menyelamatkan dunia, melainkan Allah. Dan di sinilah firman Allah itu, yang sekaligus merupakan perkataan dan perbuatan, tampil; di sinilah apa yang sekadar ditegaskan para kaisar itu tanpa sungguh-sungguh melaksanakannya benar-benar berlangsung. Karena di sinilah Tuhan yang sesungguhnya atas dunia-Allah yang hidup-itu bertindak. Tuhan sesungguhnya atas dunia ini bertindak; Dialah Yesus, Allah yang datang untuk menyelamatkan umat manusia karena kasih-Nya; Dialah Putra Allah yang diutus oleh Bapa ke dalam dunia. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16).

Gereja sesungguhnya diutus oleh Yesus Kristus sebagai sakramen keselamatan yang ditawarkan oleh Allah (LG 1). Melalui misinya memberitakan Injil itulah, Gereja bekerjasama sebagai sarana rahmat ilahi yang bekerja tanpa henti dan sulit dimengerti. Pemahaman spiritual yang amat cemerlang yang disampaikan oleh  Paus Emeritus Benediktus XVI sungguh membantu kita menemukan betapa mendalamnya misi atau perutusan dan sekaligus panggilan kita untuk mewartakan Injil ini. Beliau mengungkapkan: “selalu penting untuk mengetahui bahwa kata pertama, inisiatif sejati, aktifitas sejati berasal dari Allah dan hanya dengan menyisipkan diri kita ke dalam inisiatif ilahi, hanya dengan memohon inisiatif ilahi ini, kita juga akan mampu menjadi –bersama dan di dalam Dia –para pewarta Injil-Nya. Prinsip primat rahmat ini harus menjadi mercusuar yang terus menerus menerangi refleksi kita atas misi mewartakan Injil.

Putra dan putri Gereja diharapkan melaksanakan tugas misi atau perutusannya untuk mewartakan Injil itu pertama-tama melalui kesaksian hidup Kristianinya, dengan cinta kasih yang ditujukan kepada semua orang dan usaha menciptakan kondisi hidup yang lebih baik (AG 10-12).

“Karena Bapa telah mengutus Aku, maka Aku mengutus kamu” (Yoh 20:21)

Inti dari seluruh kegiatan kerasulan dan misi Gereja adalah bahwa kita dibentuk dan diarahkan dari sifat dasar kita untuk bersama Tuhan. Prasyarat karya misi dan karya kerasulan yang berhasil adalah adanya pengalaman akan hubungan pribadi yang akrab dengan Yesus Kristus, Tuhan yang telah bangkit dan menyelamatkan itu. Apa yang kita wartakan dalam misi kita sebenarnya adalah hubungan kita yang mendalam dengan Yesus Kristus itu sendiri. Sebagaimana Yohanes, ia mewartakan apa yang dia lihat, dia alami dan dia jalani bersama Yesus (1Yoh1:1-4), demikian juga kita hendaknya mewartakan pengalaman kebersamaan kita dengan Yesus Kristus itu.

Pengalaman bersama Yesus dan juga pengalaman akan Yesus merupakan hal penting dan menentukan dalam misi atau perutusan tiap pribadi Kristiani untuk memberi dampak atau pengaruh nyata dalam tugas misinya mewartakan Injil.

Keunggulan pribadi Kristiani untuk mewartakan Injil sebenarnya bukan terletak pada pengetahuannya yang mendalam tentang teologi dan komunikasi, tetapi justru pada kemajuan dan kedalaman hubungan dirinya dengan Kristus; Tuhan yang telah bangkit, hidup dan menyelamatkan itu. Hal semacam ini diungkapkan secara jelas dalam kesaksian sidang umat di Yerusalem berkenaan dengan Petrus dan Yohanes: Ketika sidang melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui bahwa keduanya orang biasa dan tak terpelajar, kagumlah mereka, dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Kristus (Kis 4:13).
 

Kepada murid-murid-Nya, Yesus telah mempercayakan seluruh misi pelayanan dan imamat-Nya dan kemudian mereka mewartakan hal ini ke seluruh dunia. “Seperti Bapa telah mengutus Aku, maka Aku mengutus kamu” (Yoh 21:21). Misi pelayanan apa yang ingin Yesus penuhi dan harapkan agar kita melaksanakannya juga? Kalau misi yang dimaksud adalah pelayanan untuk memenuhi kebutuhan manusia, terus kebutuhan yang mana yang Yesus penuhi?

Kita dapat mengatakan bahwa Yesus datang untuk memenuhi kebutuhan yang paling penting bagi hidup manusia, yakni kebutuhan akan penebusan dan keselamatan. Yesus datang untuk memenuhi kebutuhan hati manusia yang paling dalam, kebutuhan akan tambatan hati agar dapat akrab dengan Tuhan. “Hatiku gelisah oh Tuhan, sebelum beristirahat pada-Mu” (Santo Agustinus).

Penutup
Kita pada akhirnya dapat menyadari bahwa syarat yang mendasari misi pewartaan mengenai Injil-Tuhan yang bertindak /performatif dalam hidup kita yakni bahwa kita harus mempunyai pengalaman akan kasih Tuhan itu dan menghayati sepenuhnya pengalaman itu. Hal ini sangatlah penting karena disana kita menemukan jiwa dari pewartaan Injil itu yakni mengkomunikasikan pengalaman kita akan kasih Yesus Tuhan.

Demikianlah panggilan umat Kristiani menjadi Gereja Misioner berarti Gereja menjadi umat Allah, sesuai dengan rencana besar kasih Kebapaan-Nya. Gereja diutus untuk menjadi ragi Allah di tengah-tengah umat manusia. Hal ini berarti Gereja diutus mewartakan dan membawa keselamatan Allah ke dalam dunia umat beriman zaman ini, yang seringkali tersesat oleh aneka  pandangan relativisme dunia masa kini, sehingga mereka perlu mendapat perlindungan dan dukungan, diberi pengharapan dan dikuatkan dalam perjalanan. Gereja-tiap pribadi beriman Kristiani- harus menjadi pembawa kehadiran Yesus, yakni tempat belas kasihan yang diberikan secara bebas, dimana setiap orang bisa merasa diterima, dikasihi, diampuni dan didukung untuk menghayati hidup yang baik dari Injil; Pribadi Kristus yang turut bertindak untuk kebaikan hidup manusia.

Sumber Penulisan:
Dokumen Konsili Vatikan II, Dokumen Evangelii Gaudium, Yesus dari Nazaret, The Church-The Evolution of Catholicism, Konsili Vatikan II: Agenda yang Belum Selesai, Mewartakan Kerajaan Allah, Majalah MISSIO KKI, No.37/XVI.
Next article Next Post
Previous article Previous Post